PADANG-Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejari Kepulauan Mentawai menuntut mantan Kepala Desa Katurei, Firman Sabolak, hukuman selama 6 tahun 6 bulan dan mantan bendahara Desa Katurei, Perdinan selama 6 tahun 3 bulan.
Berdasarkan amar putusan yang dibacakan JPU, Aridona Bustari bersama Tigor Apred Zeneger, bahwa terdakwa Firman Sabolak dan Perdinan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2), ayat (3) UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHPidana.
“Menjatuhakn pidana terhadap terdakwa Firman Sabolak dengan pidana enam tahun enam bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani terdakwa,” tulis JPU dalam tuntutannya, Selasa (19/11/2024).
Selain itu jaksa juga menuntut menjatuhkan pidana berupa denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Kemudian jaksa menuntut kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp403.329.865 dengan ketentuan, jika tidak membayar maka harta benda akan disita untuk dilelang, namun jika tidak punya harta benda maka akan diganti penjara selama tiga tahun tiga bulan.
Kasus yang menyeret Firman Sabolak dan Perdinan ini diduga telah melakukan penyimpangan pengelolaan APBDesa Katurei, dan penyimpangan dalam pertanggungjawaban APBDesa Katurei.
Dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara Inspektorat Daerah Kabupaten Kabupaten Kepulauan Mentawai Nomor 700/25/LHA-PKKN/INSP-KKM/XII-2023 tanggal 18 Desember 2023, bahwa APBDesa Desa Katurei Kecamatan Siberut Barat Daya dari 2017 sampai 2019, senilai Rp661.916.437.
Ridwan dari Rumah Hukum Sikerei, sebagai hukum mengatakan, sebenarnya dana tersebut dipakai untuk pembangunan desa Katurei, namun masalah bendahara sendiri tidak mencatat secara jelas. “Sesuai fakta persidangan, dana itu dipakai untuk pembangunan desa dan masyarakat menerima, hanya saja masalah administrasi dimana bendahara tidak mencatatnya,” katanya usai sidang.
Selain itu, Ridwan juga mengatakan, dalam kasus ini sebenarnya ada satu saksi yang perlu dipanggil dalam persidangan ini, yaitu Martinus Salelei, pasalnya jaksa sudah memanggil saksi tersebut namun tidak datang.
“Padahal Martinus Saleilei tersebut, ikut memakai dana desa senilai Rp116 juta, dan itu dikembalikan pada tahun 2000 an, saat ada pemeriksaan. Seharusnya meski uang itu dikembalikan secara hukum dia terbukti melakukan penyimpangan,” ucapnya.
Martinus Saleilei, kata Ridwan, saat itu dia menjabat anggota BPD dan sebagai pelaksana kegiatan di desa tersebut. “Nanti akan kita sampaikan masalah di hadapan hakim saat kita membacakan pembelaan terhadap klien kita, dua minggu kedepan,” tutupnya.