PADANG- Septrines Sakerebau (19) siswi SMAN 1 Padang, asal Katiet, Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat meninggal dunia pada pukul 17.00 WIB, Sabtu (8/6/2024) di Rumah Sakit Hermina. Korban meninggai setelah koma akibat kecelakaan lalu lintas di depan Bapeda Sumbar, simpang jalan Khatib Sulaiman (Masjid Raya Sumbar) pada Minggu pagi, 2 Juni 2024. Kini, keluarga korban menuntut pengemudi mobil Avanza warna putih dengan nomor polisi BM 1394 NE senilai Rp100 juta dengan tenggat waktu tiga hari.
Menurut kuasa hukum keluarga korban Marhel Saogo, pihak keluarga pelaku meminta kepada keluarga korban untuk membuka hati agar bersedia utk mediasi. Atas permohonan tersebut akhirnya pihak keluarga korban menerima permintaan mediasi tersebut akan tetapi dalam proses mediasi pertama pihak keluarga pelaku justru tidak menunjukkan itikad baik dalam permohonannya.
“Pada proses itu juga keluarga pelaku sekaligus menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp 200 ribu, dimana sejumlah uang tersebut, sangat tidak dapat menutupi segala biaya yang dikeluarkan dalam proses pengobatan, pada waktu itu korban dalam kondisi koma,” katanya. Jumat (14/6/2025)
Foto Korban dihp orang tua. (Foto: Rus Akbar/Mentawaikita.com)
Kata Marhel, pada proses mediasi kedua pihak keluarga pelaku juga belum menunjukkan itikad baik, dan pada proses mediasi kedua ini pihak keluarga korban menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp 50 ribu. Hal ini justru menyakiti hati kedua orang tua korban, seolah nilai nyawa anak mereka diukur dengan sejumlah uang tersebut. “Ini seolah menyepelekan nyawa korban yang pada waktu itu dalam kondisi kritis, dan sejumlah uang tersebut tidak dapat menutupi biaya pengobatan yang dikeluarkan oleh pihak keluarga korban,” ujarnya.
Sambung, Marhel, pada saat proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) orang tua korban yang dilakukan oleh penyidik Laka lantas, setelah proses BAP tersebut kembali pihak keluarga pelaku meminta agar keluarga korban mau melakukan mediasi kembali.
“Proses mediasi tersebut, pihak keluarga memohon kepada pihak keluarga korban agar proses hukum tidak dilanjutkan dan ingin melakukan perdamaian dengan pihak keluarga korban. Kemudian atas permintaan tersebut pihak keluarga korban meminta pertanggung jawaban dari pihak keluarga,” ujarnya.
Keluarga meminta kepada pelaku agar membayarkan sejumlah uang, dimana uang tersebut sebagai pengganti seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan hingga proses pemulangan dan penguburan jenazah korban. “Jumlah uang yang diminta oleh keluarga korban kurang mendapatkan respon yang baik dari pihak keluarga, pelaku yang pada proses itu terjadi tawar menawar penawaran dari pihak keluarga pelaku, yang membuat kuasa hukum keluarga korban tersinggung dimana tawar menawar tersebut terjadi atas korban yang sudah meninggal dunia,” terangnya.
Dengan demikian kuasa hukum keluarga korban Marhel Saogo memutuskan untuk tidak lagi membuka ruang mediasi dan melanjutkan proses hukum dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada pihak kepolisian dalam hal ini penyidik Laka lantas. “Kita akan kawal terus proses hukum ini sampai korban mendapatkan keadilan,” katanya.
Nurdin Sakerebau (42) ayah korban membenarkan tuntutan mereka Rp100 juta dan memberi deadline tiga hari. “Kami menetapkan itu keputusan bersama, kami tidak menerima kalau jumlahnya kurang,” ujarnya.
Septrines Sakerebau merupakan anak pertama mereka dari tiga bersaudara, dia anak perempuan baru selesai di SMAN 1 Padang. “Dia terpilih masuk SMA tersebut setelah mengikuti seleksi beberapa tahun lalu,” katanya.
Saat kejadian, dia sedang menunggu kelulusan masuk perguruan tinggi, untuk melanjutkan pendidikannya. “Dia memilih jurusan Tata Boga di Universitas Negeri Padang dan satu lagi pariwisata di perguruan tinggi di bandung,” tuturnya.
Untuk saat ini sambil pengurusan kelengkapan jasa raharja, Nurdin bersama dengan istrinya Ratna Yulianti Sauddeinuk mengontrak sebuah rumah di dekat RS Hermina.
Keluarga korban didampingi kuasa hukum dan beberapa mahasiswa Mentawai. (Foto Yosafat Saumanuk)
Kronologi Sebelum Korban Koma dan Meninggal Dunia
Nuh Aldo (21) pacar korban asal Pulitcoman, Siberut Barat, mahasiswa Universitas Taman Siswa (Tamsis) Padang, menuturkan, awal kejadian pada Sabtu 1 Juni 2024. Dia bersama dua temannya nongkrong di sebuah warung di lapangan Imam Bonjol atau di depan Mapolresta Padang. Sebelum nongkrong, mereka sudah janjian bersama korban Septrines untuk ikut bersama. Ternyata korban ini sudah datang duluan ke lokasi.
“Kami sampai disana, dia sudah duduk disana pesan minum kapucino sama pencel, almarhuma tidak makan di kos, siap itu kami mulai cerita sambil nonton tiktok, sampai jam 22.00 WIB langsung kuingatkan pulang nanti kena marah, namun katanya pulanglah duluan biar akus disini sendiri,” ceritanya.
Sampai jam 24.00 WIB, korban masih ngotot tidak mau pulang ke asrama, baru pada pukul 05.00 WIB usai azan, teman Nuh Aldo tersebut membayar belanja mereka, baru Septrines ini mengajak pulang, “Jam lima, pesan ojolnya itu jam setengah enam udah mau pagi ini. Datang ojol baru kami antarkan penjemputan di depan Polresta Padang,” ujarnya.
Sementara Nuh Aldo bersama dua temannya, memilih jalan kaki menuju kos tempat tinggal temannya. Namun dipertengahan perjalanan, Nuh Aldo menghubungi Septrines untuk memastikan apakah dia sudah sampai. “Saya menelpon dia tapi tidak diangkat, aku chat dia masuk telepon tapi tidak diangkat berkali-kali saya telepon. Setelah saya telepon berkali-lagi baru diangkat tapi yang mengangkat itu dari rumah sakit. Langsung diangkat kok bukan dia yang mengangkat, baru habis dibilang sama dia kenapa dia, langsung dibalikan kamera itu lihat kondisi Septrines pendarahan, aku langsung terkejut. Septrines kecelakaan ini lagi di rumah sakit Hermina, kemudian kami bertiga itu datang ke rumah sakit tersbut,” jelasnya.
Sementata Surya (29) pengemudi ojek online (ojol) yang membawa korban dengan sepeda motor, menuturkan, pukul 05.00 WIB dia turun untuk mencari pelanggan kebetulan korban ini mendapat order di jemput di depan Polresta Padang. “Sampai disana saya tanya pesan maxim?, mbak pakai helm?, jawab korban tidak usah, hari masih pagi, siap itu naik,” katanya.
Lanjut Surya, jam pagi itu kondisi jalan masih sepi. Diperempatan Khatib Sulaiman, dia melihat ada mobil Innova sebelah kanan dari arah jalan KH. Ahmad Dahlan, mobil tersebut berhenti. Kemudian ada mobil dari arah plamboyan jalan R Suprapto atau sebelah kiri Surya.
“Saya maju menuju arah Khatib Sulaiman, karena mobil dari kiri masih jauh saya menggas, nyatanya dia ngebut kencang, saya melihat dari arah kiri kayaknya mau nabrak ini, saya langsung ambil jalan ke kanan biar tidak ditabrak tahu-tahunya dikejar motor saya sampai diserempet kami jatuh,” katanya.
Jenazah korban di semayamkan di GKPM Mandiri Pancasila (Foto: Yosafat Saumanuk)
Mobil itu terlalu mengambil jalan ke kanan padahal di kiri masih ada ruang untuk dia, kata Surya. Saat kami jatuh saya sempat tengok mobil itu warnanya, plat mobilnya tidak lihat. Setelah kejadian lewat pengendara motor dikejar tidak dapat, terus lima menit setelah kejadian ada mobil ayla merah sama mobil warna hitam datang.
“Korban saat itu tergeletak, sementara mobil itu kabur, cirinya mobilnya knalpot racing avanza warna putih, kebetulan betor lewat, korban dilarikan ke rumah sakit Hermina. Saya langsung ke IGD Hermina, saat kesana lihat saya melihat kondisi korban pendarahan dan koma, saya langsung kaget dan sudah panik, kemudian saya voice note sama teman-teman ojol kami,” ujarnya.
Pemilik mobil Ayla merah yang mengantarkan Surya ke rumah sakit, mengontak temannya untuk melacak keberadaan mobil yang menyerempet mereka. Tidak lama kemudian mereka menemukan mobil tersebut, mobil warna putih knalpot racing ada bekas serempet sebelah kanan mobil. “Yang kena kaca spion mobil itu sudah lecet, langsung ditelpon lagi, lima menit sudah dapat mobilnya sudah diikutin ada goresan sebelah kanan,” ujar Surya.
Posisi mobil yang dicurigai saat itu di simpang GIA Tabing, kemudian Surya pergi dengan mobil Ayla merah bersama teman ojolnya. Sesampai di lokasi, mobil tersebut itu tidak ada lagi. “Kami sudah mutar-mutar tidak ketemu. Tahunya mobil tersebut memutar-mutar untuk mengilangkan jejaknya,” katanya.
Baru beberapa teman menemukan mobil tersebut di Jalan Patenggangan, Air Tawar. Saat Surya turun, dia melihat mobil yang dicurigai yang menyerempet, awal dia memeriksa penutup mesin, dia merasa kondisinya masih panas, kemudian kebelakang melihat knalpot racing. “Saya pegang knalpotnya masih panas, baru saya langsung kearah pintu sebelah kanan, betul ini yang menabrak BM 1394 NE Avanza warna putih ada bekas goresan dan kaca spion pecah,” ujarnya.
Pelacakan mobil tersebut dibantu tiga mobil, merupakan driver online dari maxim, setelah mengetahu keberadaan mobil tersebut, teman-temannya langsung menanyakan rumah pemilik mobil kepada warga. Awalnya mereka dihadang perempuan tua, kemudian teman-teman Surya menjelaskan, korban di rumah sakit makanya mereka mengejar mobil tersebut. “Ibu pelaku ini marah. Ditanya kawan-kawan kepada pelaku dia berkelit, pelaku mengaku pagi tadi dari arah plamboyan, namun tidak mengaku dia menabrak,” ujarnya.
Setelah masuk ke dalam pelaku, ada bapak pengemudi, sama abang iparnya. Terjadilah pembicaraan dalam rumah, namun pelaku tetap tidak mengakui perbuatannya. Malah saat mengemudi kata Surya, pelaku itu mengaku memutar musik galau. “Saya sudah emosi, kita langsung ke RS Hermina kita melihat korban. Sudah naik mobil langsung ke Hermina, keluarga pengemudi jenguk korban ke ruang IGD, aku juga ikut pas ditanya, ibu gimana kondisi korban masih koma. Saat ini mau mencari keluarga korban yang bisa dihubungi,” ujarnya.
Kemudian datanglah teman korban dan memberitahu, keluarga korban orang Mentawai. Setelah keluar IGD, langsung mengatakan kepada keluarga pelaku. “Kalau kayak gini apa bisa bicara baik, kondisinya koma, saya tidak bisa memutuskan, tidak lama datang teman saya dari luar. Tanpa basi-basi dia ngomong sama pelaku. Kamu yang menabrak teman saya, kamu mengaku tidak, terus pelaku membantah, kamu habis minum, jujur kamu, sampai tiga kali temanku sudah marah terus dipegang rahangnya pengemudi itu, terus langsung dicium napasnya itu, ternyata ada aroma alkohol, bangsat kamu minum ya,” cerita Surya.
Teman Surya tersebut, langsung mengajak ke Polsek Padang Utara untuk membuat laporan, namun pihak Polsek Padang Utara mengarahkan ke Laka Lantas Polresta Padang. Setelah membuat laporan polisi meminta untuk menghubungi pengemudi. “Saat ditanya polisi dia mengakui habis minum, tapi dia tidak mengakui nabrak. Setelah motor dan mobil dibawa ke Laka Lantas polisi melakukan olah TKP kemudian ke RS Hermina, untuk melihat kondisi korban,” katanya.
Pada pukul 11.00 WIB, petugas rumah sakit menanyakan keluarga korban, saat itu Surya harus memutuskan karena korban masih koma. Dia mengatakan kepada petugas bahwa keluarga korban lagi perjalanan diatas kapal. “Saya memutuskan untuk dioperasi karena mau tak mau memang harus dioperasi karena pendahraan otak. Pukul 15.00 WIB saya dipanggil polisi untuk membuat BAP, namun berat lidah saya bicara, tapi setelah menerima telpon pukul 17.00 WIB korban sudah dioperasi akhirnya saya sedikit lega meski korban masih koma,” tuturnya.
Pukul 20.00 WIB, pengemudi ojol bertemu dengan keluarga korban di rumah sakit. Sampai ada pertemuan dengan keluarga pelaku, dan memberikan uang Rp200 ribu, kemudian pertemuan berikutnya diberikan uang Rp50 ribu, namun keluarga tidak menerima kematian anaknya. “Selama pengobatan korban, ditanggung oleh asuransi jasa raharja, tidak ada keluarga pelaku ini membantu, biaya makan keluarga dan penginapan saya menanggung mereka,” kata Surya.
Pada Sabtu (8/6/2024) pukul 17.00 WIB korban meninggal dunia setelah koma, beberapa mahasiswa yang tergabung lewat Forum Mahasiswa Mentawai (Formma Sumbar) mendapatkan kabar tersebut, langsung ke rumah sakit untuk mengurus kepulangan jenazah.
“Awalnya kami ditelpon oleh teman satu kampung korban, bahwa ada korban meninggal dunia di RS Hermina untuk mengurus kepulangannya,” kata Waki Ketua Bidang Pemerintahan Formma Sumbar, Yosafat Saumanuk.
Kemudian, temannya itu menyerahkan uang kepada, Yosafat untuk mengurus persiapan pemulangan. Rp2 juta untuk membeli peti, Rp1,7 juta untuk formalin ditambah biaya ambulan Rp200 ribu untuk membawa dari rumah sakit ke gereja GKPM Padang. “Kami tidak mengetahui korban mengalami kecelakaan, dan tidak ada kabar apapun, baru setelah meninggal baru kami diberitahukan,” ujarnya.
Untuk segala biaya pemulangan ini, ditanggung oleh pemerintah Desa Bosua, termasuk sewa boat. “Korban itu dipulangkan pada Minggu (9/6) pukul 04.30 WIB,” kata Yosafat.