Robi Navicula: Saya Ingin Mengunjungi Mentawai Sebelum Keindahan Mentawai Itu Punah

Robi Navicula Saya Ingin Mengunjungi Mentawai Sebelum Keindahan Mentawai Itu Punah Robi Navicula saat hadir di Festival Pusako di Padang. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

PADANG-Vokalis Navicula, I Gede Robi menyoroti soal eksploitasi hutan di Mentawai yang masif saat ini, padahal menurutnya hutan, pantai dan budaya tradisional masyarakat Mentawai merupakan aset penting dalam meningkatkan taraf ekonomi. 

“Kalau aku pikir Mentawai, termasuk budaya tradisionalnya, pantai, ada hutan adat dan lain-lain yang aku pikir adalah aset, jadi apalagi kalau Padang (Sumbar) pasti ada sektor pariwisata, saat kita mau jualan pariwisata, alam dan budaya, saya pikir Mentawai adalah asetnya. Jadi yang kita pertahankan agar bisa pariwisata yang sustainable (berkelanjutan) harus jaga hutan, jaga budaya Mentawai karena itu daya tarik otentiknya,” katanya saat hadir dalam Festival Pusako di Padang, Minggu (15/10/2023).


Loading kayu dari hutan menuju logpon di Pagai Selatan, Mentawai. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawakita.com)

Menurutnya, menjaga hutan bukan sekedar membuat hutan lindung, tapi menjaga masyarakat supaya alami, dengan menjaga itu, biar keterikatan masyarakat dan hutannya tetap dipelihara. “Karena merawat budaya itu adalah merawat ekosistem masyarakat. Sehingga hubungan harmonis antara masyarakat dan hutannya terjaga,” ujarnya.

Robi juga mengatakan, jangan hutan itu dikorbankan atau alih apa pun, jangan karena pertumbuhan ekonomi harus dikorbankan hutan. “Jangan sampai jauh panggang dari api, jangan sampai kontraproduktif kita meningkatkan pertumbuhan ekonomi tapi mengorbankan hutan, padahal yang sebenarnya menjadi aset kemakmuran,” ulasnya.


Penebangan kayu di hutan Berkat, Pukarayat, Sipora Utara, Mentawai. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawakita.com)

“Karena menurut saya, tujuan dari tindakan ekonomi adalah tujuan manusia untuk mencapai kemakmuran, kemakmuran suatu kondisi dimana kebutuhan hidup manusia terpenuhi kebutuhan ada banyak tapi yang paling penting itu adalah pangan, sandang dan papan. yang paling primer itu adalah pangan. Pangan dari mana itu dari hutan dari alam dan air,” tambahnya.

Kata Robi, tindakan yang menghancurkan alam adalah pertumbuhan yang tidak sesuai teks ekonomi itu sendiri. “Apalagi sekarang kita lagi gencar-gencarnya energi. Kalau aku lihat banyak hutan-hutan dikorban untuk energi dan lain-lain saat ini kita bersama-sama mencari energi transisi bersih tapi jangan sampai terjadi solusi palsu maksudnya energi yang sesuai dengan kebutuhan,” terangnya.


Tumpukan balok kayu di Silabu pada tahun 2022. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawakita.com)

Kayak di Mentawai, dulu pernah memakai listrik tenaga surya, seharusnya itu pelihara. “Jangan energi diindustrialisasi kan yang tujuannya bagus tapi realitanya dikorban hutan, lebih banyak mudarat dari pada manfaatnya,” ucapnya.

Robi ingin ke Mentawai, karena Mentawai satu-satu yang belum dikunjungi, padahal dia sudah mengelilingi Sumatra Barat. “Aku sudah keliling Sumatra Barat tapi belum ke Mentawai, tapi itu masuk dalam top list aku dan harapan aku saya ingin mengunjungi Mentawai sebelum keindahan Mentawai itu punah,” pungkasnya.


Tumpukan balok kayu di Sipora Utara. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawakita.com)

Navicula dikenal sebagai band yang melek isu lingkungan. Sejak awal, band dari Bali yang berjuluk Green Grunge Gentlemen ini dekat dengan aktivisme lingkungan. Tahun 2013 ini, mereka bergabung dengan Greenpeace untuk mengampanyekan sejumlah isu, antara lain penyelamatan harimau dan menentang perluasan perkebunan sawit.

Keduanya masih berhubungan, karena perluasan sawit, terutama di Sumatera, banyak mengompensasi hutan yang menjadi habitat harimau. Di samping itu, perkebunan sawit Indonesia juga mendapat sorotan global terkait dengan sejumlah praktik yang kurang sadar lingkungan, termasuk kampanye orang utan di Kalimantan. I Gede Robi juga mengampanyekan stop pakai plastik lewat film.


BACA JUGA