Pertama kali mendengar istilah sasi, saat saya mulai membaca berbagai literatur tentang masyarakat adat. Sasi yang merupakan kearifan masyarakat adat di Maluku dalam pengelolaan sumber daya alamnya baik darat maupun laut sangat menarik dipelajari. Saya penasaran bagaimana implementasi sasi di tengah gempuran berbagai investasi dan penggerusan nilai-nilai budaya.
Saya mendapat kesempatan belajar tentang sasi di Negeri Akoon, negeri di Kecamatan Nusalaut, Maluku Tengah, pada 25 November lalu bersama rekan kerja di Yayasan Citra Mandiri Mentawai, Markus Simamora dan Kepala Desa Sinaka Tarsan Samaloisa dan Jhoni Anwar, seorang nelayan. Keduanya adalah mitra strategis kami dalam mendorong tata kelola perikanan yang berkelanjutan di Desa Sinaka. Perjalanan kami difasilitasi Yayasan Pesisir Lestari yang menjadi mitra kami untuk program di Sinaka.
Perjalanan ke Akoon cukup berliku. Perjalanan yang begitu panjang dijalani Jhoni dari Desa Sinaka Kecamatan Pagai Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai sejak seminggu sebelumnya karena cuaca buruk dan khawatir tidak ada kapal karena sebelumnya kapal sempat berhenti berlayar. Sementara kami bertiga sudah stay di Padang karena sebelumnya ada kegiatan di ibu kabupaten di Tuapeijat.
Kami bertolak ke Ambon Jumat sore dan menempuh perjalanan dini hari, tiba di Bandar Udara International Pattimura di Ambon, Sabtu pagi. Di Bandara, kami berjumpa Ismu dan Hanifa dari YPL, dan sama-sama bergabung dalam satu rombongan menuju Kantor Baileo Maluku, NGO yang aktif mendampingi masyarakat adat Negeri Akoon sejak beberapa tahun terakhir.
Negeri Akoon satu dari tujuh negeri yang ada di Pulau Nusalaut yaitu Ameth, Sila, Leinitu, Nalahia, Titawaai dan Abubu. Nusalaut masuk dalam gugusan Pulau-Pulau Lease, memiliki luas 32,50 km persegi. Sedangkan Negeri Akoon sendiri memiliki luas sekira 4,75 km persegi. Negeri di Nusalaut bisa disebut desa jika merujuk desa administratif. Namun penduduknya merupakan masyarakat adat maka pemerintahannya menggunakan sistem adat yang disebut negeri dan dipimpin raja-raja, namun jika belum ada raja maka akan ditunjuk kepala pemerintahan negeri oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Utara.
Struktur kelembagaan adat Negeri Akoon dipimpin oleh raja, yang saat ini menjabat Raja Datje Tahapary. Masyarakat adat Akoon yang terdiri dari berbagai marga terhimpun lima soa. Dalam struktur kelembagaan adat, lima kepala soa merepresentasikan berbagai marga yang ada. Lalu ada saniri yang merupakan perwakilan dari soa, yang secara administrasi Pemerintahan Negeri Akoon, fungsi dan tugasnya hampir sama dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Anggotanya ada tujuh orang. Selain itu ada kewang, yang merupakan lembaga pengawas pelaksanaan sasi.
Perjalanan ke Akoon dimulai dari Pelabuhan Tulehu menggunakan speedboat selama 1,5 jam. Selain itu ada kapal ferry dengan lama perjalanan kira-kira lima jam. Namun semua moda transportasi tidak selalu ada setiap hari. Perjalanan siang itu tanpa hambatan kendati hari hujan dan langit mendung.
Memasuki Negeri Akoon, kami disambut Bapak Raja, Saniri Negeri, beberapa kepala soa serta jajaran pemerintahan negeri dan beberapa kewang. Sambutan yang hangat di tengah cuaca hujan yang lumayan dingin.
Pintu masuk Negeri Akoon (Foto: Ocha)Menghidupkan Lagi Sasi
Tradisi sasi di Negeri Akoon telah mati suri selama puluhan tahun. Pemerintahan Negeri Akoon menghidupkannya kembali April 2022. Ketua Saniri Negeri, Melki Wattimena mengatakan, proses memulai kembali sasi tidak mudah. Saniri bersama Raja dan Kewang harus merumuskan aturan sasi. Selain itu Saniri juga harus mengumpulkan masyarakat untuk ikut bermusyawarah dan menyosialisasikan sasi. "Tidak gampang mengajak masyarakat kembali untuk memberlakukan sasi sebab masyarakat sudah terlalu lama mengambil hasil laut dan hasil darat secara bebas," kata Melki.
Setelah melalui beberapa kali pertemuan, Pemerintahan Negeri Akoon dan masyarakat menyepakati untuk melaksanakan sasi pada 12 April 2022
Ada dua sasi yang diberlakukan, sasi darat dan sasi laut. Sasi darat untuk larangan mengambil kelapa dan nenas, sementara sasi laut, larangan mengambil gurita, lola (Trochus niloticus), lobster, teripang dan sia-sia (Sipunculus nidus).
Sasi laut diberlakukan di wilayah tangkap yang berada di depan pemukiman Negeri Akoon pada 12 April 2022 selama enam bulan, Melki Wattimena menyebutkan, alasan panjangnya waktu sasi untuk memulihkan sumber daya alam Akoon yang sudah lama diambil secara bebas. Namun pembukaan sasi diperpanjang hingga Desember agar perayaannya sekaligus bisa dirasakan oleh para perantau yang pulang merayakan Natal.
Lokasi sasi di darat maupun di laut ditandai dengan bendera berwarna merah. Selama masa-masa itu, para nelayan maupun masyarakat dilarang mengambil hasil laut maupun hasil pertanian yang dilarang. Hal itu terbukti saat kami berada di Akoon, harus mencari kelapa muda ke negeri tetangga. Meski sedang sasi, aktivitas melaut nelayan tetap berjalan dengan hanya mengambil hasil tangkap diluar yang telah dilarang, misal ikan.
Diskusi dengan kewang di Baileo (balai adat). (Foto: Hani/YPL)
Pelaksanaan sasi diawasi oleh para kewang. Jika ditemui ada pelanggaran, maka kewang melaporkan kepada raja untuk dijatuhi sanksi. Kepala kewang Danus Tahapary selama sasi berjalan lebih dari enam bulan, baru ditemui dua pelanggaran. Mereka dikenai sanksi mengangkat pasir dan batu untuk keperluan pembangunan di Negeri.
Dalam aturan sasi, sanksi untuk pelaku yang berulang adalah penghentian semua bantuan sosial yang yang berasal dari APBN, APBD maupun APBNegeri. Sementara buat orang dari luar yang melanggar sasi, akan dikenai denda Rp10 juta.
Pelaksanaan sasi berjalan lancar dan belum ditemui pelanggar dari negeri lain karena sebelum diberlakukan, semua Pemerintahan Negeri di Nusalaut diberitahu melalui surat. "Biasanya masyarakat antar negeri menghormati wilayah perairan negeri lain, saat sasi mereka menghormatinya," jelas Rezi Juniko Uspessij, staf Baileo Maluku yang bekerja di Akoon.
Areal sasi laut cukup luas, meliputi hampir sepanjang pesisir pantai Negeri Akoon. Memantau dan mengawasi areal yang lumayan luas tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kewang yang berjumlah tujun orang. "Ini tantangan besar apalagi kewang belum memiliki armada khusus untuk melakukan patroli," kata Danus.
Namun karena lokasi sasi berada di depan pemukiman, kegiatan pemantauan bisa dilakukan secara langsung bahkan dari daratan karena kewang juga dibekali teropong agar bisa memantau lebih jelas.
Selain tradisi sasi yang bermanfaat untuk keberlanjutan perikanan, warga Akoon juga memiliki kearifan lain untuk menjaga kelestarian lautnya, misal tidak boleh menangkap ikan menggunakan bahan atau benda yang merusak, misal potas atau racun. Selain itu, masyarakat antar negeri juga saling menghormati batas laut masing-masing dan ada kebiasaan meminta izin saat ingin melaut di negeri lain. Praktik baik ini membuat aktivitas melaut di sana minim konflik.
Sasi bisa diimplementasikan dengan baik karena Akoon memiliki kelembagaan adat yang kuat serta aturan yang sudah disepakati bersama sehingga semua warga mematuhi dan menjalankannya dengan baik. Itu menjadi pembelajaran yang sangat baik bagi kami saat ingin mendorong tata kelola perikanan yang berkelanjutan. Kolaborasi multi stakeholder yang ditunjang oleh aturan yang kuat akan sangat menentukan sukses tidaknya pengelolaan wilayah perikanan.
Pulau Emas Kaya Rempah
Pulau Nusalaut dijuluki Pulau Emas, merujuk pada cengkih dan pala yang menjadi hasil bumi andalan. Julukan ini memang tidak salah, sebab sepanjang jalan mengelilingi Akoon, aroma wangi cengkih yang sedang dijemur menguar di pemukiman. Sepanjang jalan saat mengelilingi tujuh negeri di Nusalaut, pohon-pohon cengkih dan pala mendominasi.
Pulau kecil ini memiliki penduduk sekira 5.697 jiwa, dengan penduduk terbanyak di Titawaai, sedang Akoon memiliki jumlah penduduk 595 jiwa. Meski kepulauan, fasilitas dan sarana prasarana di Nusalaut sudah lumayan memadai, ada listrik PLTD 24 jam dan jalan beraspal yang menghubungkan antar negeri. Artinya mobilisasi penduduk terutama anak-anak sekolah lebih mudah.
Negeri Akoon sendiri juga dikenal sebagai penghasil sopi, minuman tradisional dari Nira/pohon enau yang difermentasi. Tak heran banyak pohon enau dijumpai di Akoon. Sopi sendiri secara kultur di Maluku termasuk di Nusalaut adalah lambang pertemanan atau kebersamaan.
Nusalaut yang berada di gugusan Pulau Lease, memiliki wisata laut yang indah. Di Akoon misalnya, terdapat dermaga kayu yang menjorok ke Batu Kapal, sejenis batu karang besar berbentuk kapal. Di sekelilingnya lamun dan terumbu karang dengan air yang sangat jernih. Keindahan bawah laut Nusalaut membuatnya banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara termasuk Akoon.
Selain wisata bawah laut, Akoon juga memiliki beberapa situs sejarah diantaranya Benteng Beverwijk dan Gereja Eben Haezer yang sudah didirikan sejak 1715. Selain itu juga terdapat sumber air panas dan patung pahlawan Martha Christina Tiahahu.
Namun satu hal yang membekas saat berkunjung ke Nusalaut terutama Akoon adalah keramahan penduduknya. Saat kami datang, disambut Bapak Raja, Saniri Negeri, Kewang dan sejumlah masyarakat. Mereka menyambut dengan hangat bahkan selama tiga hari di sana mengikuti kegiatan dengan antusias. Ada satu kebiasaan di Akoon yaitu saling bertegur sapa saat bertemu atau berpapasan baik tua maupun muda, termasuk anak-anak kecil usia PAUD.
Kepekaan sosial di Akoon cukup tinggi, saling membantu dalam segala hal sudah menjadi kultur masyarakatnya. Misalnya untuk nelayan, kadang hasil tangkap dibagi-bagikan saja ke tetangga dan keluarga apalagi hasil melimpah. Saat ada yang kenduri, maka mereka akan bahu membahu menyediakan kebutuhan yang diperlukan, misal yang nelayan akan mencarikan ikan. Konon, tingkat kriminalitas cukup rendah karena di rumah tempat saya tinggal, pintunya dibuka saja lebar-lebar dari pagi sampai malam, bahkan barang-barang tertinggal seperti telepon genggam tidak akan hilang diambil.
Semua pengalaman baik selama tiga hari kami di Akoon tidak hanya sekedar menjadi kenangan saja tapi tentu akan menjadi pembelajaran yang bisa kami implementasikan di Mentawai khususnya Desa Sinaka, desa paling ujung di Pagai Selatan, yang karakteristik pulaunya hampir sama dengan Nusalaut.