SIMATALU-Teu Lari Ogok, salah seorang ibu rumah tangga di Dusun Muntei Desa Simatalu Kecamatan Siberut Barat terlihat teliti dan seksama bergerak perlahan untuk meletakkan setiap potongan daging babi pada onggokan-onggokan yang telah disusun. Dia membagi daging bagi dengan berbaur bersama laki-laki lainnya.
"Perempuan biasa terlibat dalam pembagian otcai (jatah). Tidak hanya laki-laki saja,” kata Elias Dengan, salah seorang warga Simalibbeg Desa Simatalu pada Mentawaikita.com, Minggu (14/11/2021).
Keterlibatan perempuan dalam pembagian otcai ini tidak terlihat di tempat lain. Misalnya seperti di Sikabaluan meski ada tradisi otcai namun yang membagi otcai hanya khusus laki-laki. Berbeda dengan di Simalibbeg-Muntei Desa Simatalu. "Mabiasa lek (sudah biasa),” kata Teu Lari Ogok.
Selain dalam pembagian daging peran perempuan lainnya dalam membersihkan usus babi yang dipotong. Sementara untuk membantai, membakar dan memotong dikerjakan oleh kaum laki-laki. Untuk membersihkan usus babi ini dilakukan di sungai agar mudah mendapatkan air untuk dicuci.
Setelah pemotongan babi selesai dan usus babi selesai dibersihkan dilanjutkan dengan pembagian otcai berdasarkan jumlah kepala keluarga yang terlibat dalam punen. Kebetulan saat itu punen peresmian gereja Katolik St. Petrus Simalibbeg Desa Simatalu Paroki Stella Maris Betaet Kecamatan Siberut Barat. Peresmian gereja yang terletak di pusat pemerintah Desa Simatalu oleh Uskup Mgr. Vitus Rubianto Solichin S.X pada Minggu (14/11/2021).
Tahapan pembagian otcai dimulai khusus pada bagian daging, lalu dilanjutkan dengan tulang hingga usus dan kepala babi. Artinya setiap kepala keluarga mendapat utuh satu bagian ekor babi mulai dari bagian kepala hingga ekor. "Ini intinya kebersamaan. Kebersamaan dalam menyumbang, terlibat bekerjasama dan rata dalam pembagian,” kata Elias Dengan.
Sementara babi yang dipotong berasal dari sumbangan perorangan, sumbangan per kepala keluarga dan sumbangan dalam bentuk suku. Sehingga babi dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Bagi orang yang menyumbang menjadi sebuah kebanggaan karena babi yang mereka miliki dan pelihara dapat dinikmati oleh orang lain meski yang menyumbang tetap diberikan otcai. Demikian hal orang yang menerima otcai merasa dibantu dan diperhatikan.
"Kekeluargaan antara satu dengan yang lain, satu keluarga dengan keluarga lain dan suku lain terjalin dari otcai yang tidak membedakan antara yang menyumbang dan menerima,” kata Elias Dengan.
Uskup Mgr. Vitus Rubianto Solichin S.X dalam sambutannya disela acara peresmian gedung gereja Katolik St. Petrus mengatakan budaya dan adat istiadat sebagai orang Mentawai jangan sampai hilang. "Adat dan budaya orang Mentawai jangan sampai hilang karena agama ada disana dan mendukung keberadaannya,” katanya.
Wakil bupati Mentawai, Kortanius Sabeleake yang hadir dalam acara peresmian mengatakan sebagai orang Mentawai harus tetap bangga dan menjaga budaya Mentawai yang ada agar tidak hilang.
"Budaya Mentawai itu hanya ada satu. Tidak ada ditempat lain. Kalau anda sebagai orang Mentawai mau dimanapun, jabatan apapun anda itu tetap orang Mentawai. Maka jaga dan pertahankan budaya Mentawai itu sendiri,” katanya.