SIKABALUAN-Setelah menurunkan masker putihnya di dagu, Taleku Sikaraja (80) mulai mengucapkan sukat atau mantra sambil mengangkat seekor ayam jantan sebagai simbol persembahan kepada leluhur.
Ekeu kina toiten
Sibalu takak na
Elek simaingo buana
Abe kabunten na
Simatoroimianan
Elek sigerei bagana
Sigerei bagamai
Ekeu kina oina
Elek atak tirikna
Rapakarek tubum
Ubun sikatirikna
Elek abe kamongana
Elek rukoi-rukoi
Elek tak sigerei bagana
Sigerei bagamai
Ekeu kina repdep
Raikraik gajuna
Elek kabuntenna
Elek simakuiraman
Elek tak simairam mata
Maika matamai
Elek tak sigerei bagana
Sigerei bagamai.
Setelah sukat selesai. Pengantin baru didampingi oleh dua orang pendamping mulai berjalan beriringan dengan cara menginjit-injitkan jari hingga sampai di jenjang rumah. Iringan pengantin dengan pendamping ini diiringi dengan bunyi gajeumak. Prosesi ini di sebut pakilia. Hal biasa yang dilakukan meski tidak lagi dijalankan semua suku yang ada di Sikabaluan, Siberut Utara, Mentawai. Namun dalam prosesi ini ada hal yang berbeda dan tak pernah ada sebelumnya, yaitu menggunakan masker sebagai ketentuan dalam protokol kesehatan di tengah Covid-19.
"Saya harus pakai masker. Katanya ada corona," katanya pada Mentawaikita.com awal November 2020.
Dikatakan Taleku, meski tidak biasa dan membuatnya sesak napas, namun karena aturan dari pemerintah ia bersama keluarga yang menyelenggarakan punen putalimogat harus mengikuti protokol kesehatan yang ditentukan, seperti pakai masker, cuci tangan dan menjaga jarak.
"Kalau nafas saya sesak saya lepas. Kadang juga karena tidak biasa tidak terpasang tapi menyangkut di leher," katanya.
Seperti dalam mengucapkan sukat, karena merasa tidak nyaman Taleku terpaksa menurunkan maskernya di dagu. Jaga jarak satu meter dengan yang lain tidak dapat dielakkan karena selain ada interaksi dengan pengantin baru dan pendamping juga ada tatanan dalam acara punen putalimogat yang mesti diikuti orang banyak khususnya kaum keluarga besar.
Bagi masyarakat Mentawai, penerapan dalam menjaga jarak, pakai masker dan mencuci tangan dengan sabun sulit untuk diterapkan dan dibiasakan. Terutama menjaga jarak dan pakai masker. Karena bagi orang Mentawai sebagai masyarakat yang memiliki nilai sosial tinggi sulit untuk tidak berkumpul satu dengan yang lain.
"Apalagi masyarakat Mentawai memang hidupnya dulu di dalam satu suku besar di sebuah uma. Dan ini terjaga hingga di era modern saat ini," kata Salim Tasirilotik, salah seorang guru bidang studi budaya Mentawai pada Mentawaikita.com, Jumat (20/11/2020).
Lebihlanjut dikatakan Salim, meski sulit namun masyarakat harus dapat mengikuti dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pakai masker saat keluar rumah, membiasakan untuk mencuci tangan dengan sabun dan menjaga jarak saat berada di tempat kerumunan.
"Masyarakat harus terbiasa karena ini aturan. Apalagi sekarang ini sudah dituangkan didalam perda AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) yang sudah punya ketentuan sanksi," katanya.
Satgas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Kecamatan Siberut Utara pada Jumat (13/11/2020) di ruang pertemuan Kantor Camat Siberut Utara dalam rapat pembahasan penerapan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat No.6 tahun 2019 tentang AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) di tengah Covid-19 yang diteruskan dalam bentuk Peraturan Bupati No.050/537/Setda tertanggal 6 November 2020 tentang sanksi administrasi bagi pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 yang dimulai pada 11 November 2020.
"Kalau mulai kita tetapkan dan berlakukan di tengah masyarakat apakah masyarakat kita sudah siap. Apakah sosialisasi di semua masyarakat yang ada di desa saat ini sudah cukup. Ini harus menjadi pertimbangan," kata Agustinus Sab dalam pertemuan.
Lebihlanjut dikatakan Camat Siberut Utara, dari pemantauan di lapangan di enam desa yang ada di Kecamatan Siberut Utara, Desa Muara Sikabaluan, Desa Monganpoula, Desa Sotboyak, Desa Bojakan, Desa Malancan, Desa Sirilogui belum maksimal melakukan sosialisasi dan menerapkan protokol kesehatan di tengah Covid-19.
"Yang agak terasa adanya penerapan prokes Covid-19 yaitu di Sotboyak. Kalau di Monganpoula saya yang langsung turun karena pihak desa minim memberikan sosialisasi," katanya.
Dalam rapat tersebut, karena adanya penilaian akan kesiapan masyarakat dalam penerapan prokes Covid-19 terkait penerapan sanksi administrasi dalam bentuk denda uang Rp100 ribu bagi yang terjaring tidak memakai masker.
"Kita berikan kesempatan untuk disosialisasikan bagi masyarakat oleh pemerintah desa soal sanksi administrasi ini. Dan akan kita terapkan pada Desember 2020," katanya.