Panah, Senjata Laki-laki Dewasa Mentawai

Panah Senjata Lakilaki Dewasa Mentawai Seorang sikerei sedang memegang anak panah untuk berburu. (Foto: Bambang Sagurung/Mentawaikita.com)

MUNTEI--Dengan teliti, Johanes Salakopak,warga Desa Muntei, Mentawai memperhatikan silogui (anak panah) yang baru dia keluarkan dari dalam bukbuk. Johanes melihat apakah silogui yang akan digunakan terlihat lurus atau tidak. Ia juga melihat apakah silogui masih kuat atau sudah lapuk.

"Kalau dulu masih sering berburu panah ini jarang tergantung di dinding," katanya pada Mentawaikita.com, Minggu (4/11).

Dikatakan Johanes, sebagai seorang laki-laki Mentawai yang sudah dewasa dan terlebih menyandang tugas sebagai seorang sikerei, silogui wajib dimiliki dan dibawa pada saat pergi dan pulang dari ladang serta ke kandang babi. Juga bagi masyarakat Mentawai ada tradisi berburu pada setiap punen (pesta adat).

"Kita akan ditertawakan orang kalau tidak punya panah," katanya.

Silogui bagi masyarakat Mentawai terdiri dari anak panah yang mana jenis anak panahnya disesuaikan dengan binatang yang akan diburu. Untuk berburu monyet digunakan sikaligejat yang dibuat dari batang ribung yang sudah diolesi dengan racun panah Mentawai. Batang anak panah terbuat dari osi, sejenis manau hutan. Sedangkan mata anak panah ada dari batang enau atau ribung yang disebut soirat dan ada juga dari mata anak panah yang diberi besi kuningan yang disebut tunung. Biasanya mata anak panah tunung ini digunakan untuk berburu babi hutan dan rusa.

Sedangkan tempat menyimpan anak panah yaitu bukbuk. Bukbuk terbuat dari bambu dan dilapisi pelepah sagu agar tidak mudah pecah. Untuk tali penyandang bukbuk dibuat dari sabut kelapa yang dianyam yang disebut robai. Sedangkan busur atau rourou terbuat dari batang enanu atau ribung. Untuk tali rourou dari baiko yang dikasih perekat agar kuat dari onam.

"Kulit baiko itu kita buka dan dipilin agar membentuk seperti talu lalu dilapisi dengan onam sebagai lem dan dijemur. Makin sering dipakai maka makin baik kekuatan talinya, " kata Johanes.

Agar setiap binatang buruan yang diburu cepat mati bila kena anak panah maka ujungnya diolesi racun. Racun anak panah ini dibuat dari bahan tumbuhan yang ada di dalam hutan. Untuk membuatnya perlu berpantang dan setiap jenis tumbuhan untuk membuat racun anak panah memiliki ciri khas rasa masing-masing suku/uma maupun perorangan.

"Umumnya ada cabe rawit dan tuba. Untuk jenis tumbuhan lainnya itu rahasia masing-masing suku. Kalau anak panah ini tertancap pada buruan maka mata anak panah akan patah di dalam tubuhnya serta racunnya akan beraksi. Paling lama setengah jam buruan sudah mati," katanya menjelaskan.

Biasanya bagi masyarakat Mentawai tengkorak hasil buruannya akan dipasang atau digantung pada abak manang, yaitu tempat menggantung dan memajang tengkorak binatang hasil buruan yang posisi peletakan tengkorak binatangnya menghadap keluar rumah.

"Ini tujuannya setiap kita berburu selalu dapat karena kita akan berhadapan antara yang memburu dengan yang diburu. Lain dengan tengkorak binatang ternak yang kita pasang menghadap ke dalam rumah yang tujuannya agar selalu kembali ke kandang saat dilepas dan berkembang biak dengan baik, " katanya.

Tengkorak binatang hasil buruan dan tengkorak binatang peliharaan makin banyak terpajang maka makin memberikan kebanggaan pada suku/uma tersebut. Karena orang akan menilai bahwa anggota didalam uma mahir berburu dan punya banyak ternak peliharaan.

Kornelius Gotjai, salag seorang pemuda asal Simatalu, Kecamatan Siberut Barat mengatakan bagi orang Mentawai setiap melakukan aktifitas berburu selalu diawali dengan lia atau berpantang yang salag satunya tidak boleh makan dan minum agar selama proses berburu didalam hutan tidak ada rintangan atau bahaya.

"Ada tidak ada hasil buruan untuk memulai berburu itu diawali dengan berpantang. Ini dilakukan demi keselamatan dalam proses berburu, " katanya.

BACA JUGA