Obat Tradisional Mentawai dan Pewarisannya

Obat Tradisional Mentawai dan Pewarisannya Sikerei Martinus dan Katut Sagari sedang diskusi membahas obat (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

Dalam bahasa Mentawai obat disebut laggek, sementara orang yang mengobatinya disebut sipasilaggek. Istilah Sipasilaggek ini bisa dilekatkan pada tenaga medis peserti dokter atau mantari kesehatan, masyarakat umum yang punya kepandaian pengobatan atau simatak maupun sikerei (orang yang bisa mengobati secara spiritual maupun tradisional). Sedangkan orang yang diobati adalah simabesik karena menderita besik atau sakit.

Pengobatan tradisonal Mentawai ada dua macam seperti teori Foster, pengobatan secara natural akibat penyakit yang bisa diobati oleh simatak, siagai laggek dan sikerei, kemudian pengobatan supranatural yang penyakitnya disebabkan bajou. Dalam penyembuhan ini akan dilakukan ritual pabetei yang hanya bisa dilakukan sikerei, khususnya penyakit golongan “keras” ketika simatak dan siagai laggek tidak bisa mengobati. Sementara untuk tahap ringan masih bisa ditangani siagai laggek.

Berdasarkan wawancara dari tiga sikerei di Desa Matotonan, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Amat Tak Olata Siritoitet, Kilabo Siritoitet dan Koinong Kok, asal muasal laggek atau pengobatan tradisional Mentawai dari ibu Simalinggai. Setelah meninggal ibu Simaliggai sering mendatangi anaknya melalui mimpi untuk memberi pengetahuan pengobatan tradisional.


Empat sikerei sedang berdiskusi (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

“Selain pemberian ramuan tersebut Simaliggai juga mendapat kehebatan dari temannya Sikusimata untuk menyanyikan mantra-mantra kepadanya saat pengobatan. Kemudian Simaliggai ini meminta kepada pamannya untuk melakukan lia pengangkatan menjadi seorang kerei, lalu Simaliggai ini menyiapkan kadang babi dalam kapasitas yang besar dan kandang ayam,” kata Amat Tak Olata (63), 21 Januari 2023.

Setelah siap semuanya kemudian Simaliggai ini menyanyikan mantra lalu babi hutan dan ayam masuk dalam perangkapnya. Babi dan ayam itu dipakai untuk konsumsi selama proses ritual pelantikan menjadi sikerei. “Setelah menjadi seorang kerei, Simaliggai mewarisi seluruh pengetahuan kepada murid-muridnya yang menjadi seorang kerei,” kata Kilabo Siritoitet (53).

Selain Simaliggai, ada juga guru yang memiliki kesaktian yang disebut ukkui Pagetasabbau. Perannya Pagetasabbau ini pengusir dan penangkal bala dan gangguan roh. Pagetasabbau yang diyakini memiliki kesaktian (kerek) memberikan para kerei itu berupa gaut atau jimat untuk mengusir dan menolak roh-roh jahat yang menyerang atau terkena radiasi bajou atau gangguan roh jahat. Dari cerita rakyat bahwa Pagesabbau ini bisa menghidupkan orang yang baru meninggal.  

Pengetahuan tradisional mengenai obat-obatan ini banyak diadopsi oleh sikerei dan siagai laggek dari seniornya. Sikerei juga memiliki kelebihan yang lain selain mengetahui titik tanaman obat dan ragam obat, ia juga mampu mengidentifikasi penyakit dan penyebab sakit yang dialami oleh pasiennya. Pengetahuan sikerei tentang tanaman obat juga berbeda-beda, tergantung pada gurunya atau orang yang telah membimbing menjadi seorang sikerei. Dalam sesama sikerei juga memiliki kerahasiaan tentang tanaman obat ini, termasuk pada siagai laggek. Dari hasil analisa wawancara informan di Matotonan, ada lima macam cara mereka mewariskan obat, sinaki (barter dari guru atau sikerei senior), simattai (diintai), mimpi, interaksi, keluarga dan mimpi.


Tumbuhan obat dari Matotonan (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

Sinaki

Sinaki berarti membeli, membayar dimana terjadi transaksi antar individu atau kelompok, begitu juga antara sikerei, ramuan yang diberikan oleh sipaumat, akan dibeli oleh muridnya sendiri baik selama ritual pelantikan kerei maupun pada waktu tertentu seperti saat mengobati orang sakit. Transaksi tersebut bukanlah berupa uang tapi biasanya membayar dengan satu batang kelapa, sagu, durian bahkan satu bidang sagu, tergantung tingkat kerahasiaan dan kemanjuran obat tersebut.

Seperti yang diceritakan oleh Kukru Kerei atau dipanggil Teu Nasi Kunen, warga Dusun Matektek, dia menjadi sikerei karena kemauan dan kedongkolan hatinya. Awalnya istrinya sering sakit, namun setiap dipanggil untuk mengobati istrinya selalu banyak alasan dari sikerei. Akhirnya Kukru memutuskan untuk dilantik sikerei bersama dengan dua orang saudaranya. Menurutnya ramuan awal yang dia peroleh itu dari sipaumat (guru sikerei) yang merupakan almarhum mertuanya dari Ugai, Desa Madobag.

“Barana peilek akupukerei akusakiat nane laggek sibara ka sipaumatku, anai lima ngamacam laggek aigobbui sipaumat, bu’ sara sakkaju nane. Laggek nanek iate muaka’ ba’ra langok anai sia kaketdungan, anai musarat nane besik nia sasaggoi, muboiboi jene baga oninia siripusou, mapuineng mata, matuppek sokko maenga. Lepak nalek masiruruk edda kai ka leleu, ka suksuk, ukka-kuukka kai iya ka sapou mai, lepak nalek adde iadde iya sipaumat, kana’ aisese sipoiliat nia, nenek te laggek nia baukbek kap, riruiu akek kap. Tapoi anai leu isele iya. (Mulai kami dididik oleh guru kami, obat itu sudah kami beli dari sipaumat, ada lima macam obat yang diungkapkan oleh sipaumat. Obat ini itu iyalah, ibu hamil mengalami perut panas, kaki kita seperti kaku dan dingin sakit ini namanya asam urat, perut seperti mendidih namanya sakit perut, mata berkunang-kunang, sesak napas, kemudian kami kumpulkan di bukit, di semak-semak, kami bawa ke rumah, siap itu dilihat sipaumat, kalau sudah cocok, dia (sipaumat) akan mengatakan inilah obat, tapi ada juga yang salah, kalau sudah benar sipaumat akan mengatakan jangan kalian hentikan kalau ada orang yang sakit itulah obatnya dan diteruskan), katanya.

 Selain antar sipaumat dengan murid, transaksi juga terjadi antara sesama sikerei baik dari desa yang sama maupun desa berbeda. Transaksi itu terjadi saat sikerei kehabisan ramuan sedangkan pasien tidak sembuh, solusi yang diputuskan adalah mencari sikerei lain yang bisa mengobati atau membeli (panaki) ramuan dari sikerei yang bersangkutan, namun panaki bisa juga terjadi jika sikerei yang mengetahui obat jauh dari lokasi tempat tinggalnya sehingga menjadi alasan untuk membeli ramuan tersebut. Seperti Kukru Kerei dengan gurunya. Kukru Kerei tinggal di Matotonan sementara gurunya itu tinggal di Dusun Ugai, Desa Madobag. Saat ada orang emergency tentu tidak akan secepatnya gurunya itu datang ke Matotonan karena jaraknya yang jauh. Saki ramuan obat ini juga bisa terjadi antar sikerei yang tinggal di pesisir pulau Siberut, hal itu tergantung spesialisasinya dan kemanjuran obat tersebut. Saki ramuan obat itu akan lebih mahal kalau hanya satu orang sikerei yang mengetahuinya, bisa jadi tidak satu batang pohon buah-buahan tapi satu petak sagu.

“Kana’ siagaiku nane laggek toga kabaga, momoi edda talaggek nia, talaggek ina nia talaggek togania kagaba, anai sara pakeleatku tak raagai, kana’ kulaggek kai nane besik anai lek katenggangku laggek nia ia taraitco nia iya te akukau nia kalaggek, sibotok lek laggek nane. Laggek nane sisakiku ka taliku, sanga mata sagu aku kau sakinia. (Ada obat yang saya rahasiakan, bisa kita obati ibunya bisa juga kita obati janinnya dalam rahim, itu obat yang saya rahasiakan orang lain tidak tahu itu, kalau saya obati bersama dengan penyakit yang saya jelaskan tadi, itu ada saya di pinggang saya ketika mereka (sikerei lain) melengah, saya keluarkan obat itu lalu saya campur dengan obat yang dibuat oleh sikerei lain. Obat itu saya rahasiakan dan telah kubeli sama mertuaku, harganya satu bidang kebun sagu) terang Kukru.

Simattai

Biasanya sikerei junior akan mengikuti sikerei senior atau sesama sikerei yang berbeda ramuan di hutan, disitulah sikerei junior akan mengamati jenis tumbuhan yang dipakai untuk mengobati orang sakit. Hal itu terjadi karena ada pakeleat (rahasia), itu terjadi karena setiap sikerei akan beda ramuannya meski ciri-ciri sakitnya sama, tapi ada juga ramuannya sama, namun ada satu rahasia atau pakeleat yang membuat orang yang sakit bisa sembuh.   

Trik tersebut terjadi ketika antara sikerei merahasiakan ramuan-ramuan yang ada. Untuk mengetahui ada obat yang dirahasiakan ini sikerei pun melakukan cara simattai, tujuannya adalah untuk menambah pengetahuan sikerei ini dalam tanaman obat dan ramuan obat yang diraciknya, ini dilakukan secara diam-diam tanpa diketahui oleh sikerei yang memiliki pengetahuan obat rahasia.

Bui ruruk nia kuagai kai, anai sibeu raagai te siberi kabaga kele kai nane, tapoi anai sara siboito iate laggek sipakelera te, iate nane ku mattai kai bule kuagai ia edda tapoi tak rapoiliat. Kaku kuagai laggek nane simattai lek ka taliku, Sikerei leu iya. (Tidak semuanya kami tahu, ada yang umum diketahui oleh masyarakat luas tapi ada yang kecil itulah ramuan yang dirahasiakan, makanya kami mengintai supaya kami tahu tapi itu tidak mereka berita tahu. Dulu ada ramuan yang saya ketahui dari mertua saya yang juga Sikerei, ujar Kukru.

Keluarga

Keluarga merupakan salah satu sumber pengetahuan ramuan obat-obatan yang diturunkan dari nenek moyang, selain itu keluarga juga memiliki klan. Kalau ada yang sakit pertama yang dilakukan adalah mengobati anggota klan atau yang sama atau keluarga inti atau dikenal dengan simatak. Itu dilakukan sebelum meminta bantuan kepada siagai laggek atau sikerei dari klan yang berbeda.

Tapi dalam satu keluarga ada juga keturunan sikerei dan siagai laggek, hal itu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan ramuan obat, tentu akan melebihi dari pada yang tidak memiliki keturunan penyembuh. Di dalam keluarga inilah anggota keluarga seperti anak akan belajar dan mendapatkan pengetahuan apa saja yang dia rasakan, lihat dan juga dengar. Dalam konteks pengetahuan ini akan didapat diantaranya:

a. Aktivitas terus menerus membuat anak sengaja atau tidak sengaja akan merekam kegiatan tersebut.

b. Anak sering jadi kurir mengantar obat ke rumah pasien. Sebelum diantarkan orang tua akan menjelaskan soal obat apa yang akan diantar kemudian tata cara penggunaan obat tersebut di situlah anak akan mengingat.

c. Kesadaran orang tua dengan sengaja mengajarkan obat itu, mulai dari nama tumbuh-tumbuhan, fungsinya serta cara meramunya.

d. Keingintahuan anak soal obat ini adalah fase dimana ada keinginan tinggi pada anak untuk mewariskan serta melanjutkan pengetahuan obat tradisional dari orang tuanya, kemudian mengaplikasikan serta mengembangkan pada tahap selanjutnya.

Pengetahuan obat dari keluarga ini bisa diketahui oleh umum, misalkan keluarga yang memiliki pengetahuan obat ini ternyata tidak bisa mencari obat karena sakit, maka dia akan memberitahukan obat itu kepada pihak lain, namun itu secara umum seperti sakit perut, batuk, dan penyakit dalam kategori ringan. Kemudian pihak anggota keluarga merantau ke tempat lain maka dengan pola tadi bisa juga tersebar pengetahuan tersebut. Namun ada juga obat yang masih dirahasiakan maka suku lain akan membeli ramuan tersebut. Perihal  peramuan obat ini di lokasi penelitian itu dilakukan sukarela tanpa ada imbalan apalagi Siagai Laggek, kecuali orang memesan obat tersebut memberikan ‘upah’ karena sudah menyita waktunya.


Memarut obat (foto: Rus Akbar Saleleubaja)

Interaksi

Sumber pengetahuan tentang ramuan obat juga diperoleh dari interaksi yang dilakukan sikerei dengan pihak lain yang mengetahui soal obat tersebut bisa dari daerah Matotonan bisa juga dari daerah lain di luar Matotonan. Misalnya dari Ugai, Madobag, Sagulubbek sampai di Taileleu atau ke Siberut Utara tergantung jarak yang ditelusuri nya, ini biasanya Siagai Laggek bahkan Sikerei. Pengetahuan obat ini bisa antar Siagai Laggek juga bisa antar Sikerei. Itu terjadi setelah melakukan interaksi sesama Siagai Laggek atau Sikerei antara Sikerei lain dari tempat yang berbeda saat ada ritual pengobatan yang dilakukan.

“Kalau sama saya pengetahuan obat itu saya dapat dari orang tua saya, tapi tidak hanya sampai disitu kita juga harus paham nama tumbuh-tumbuhan yang dikatakan oleh orang tua kita. Tapi juga saya mengembangkan obat itu mencampur dengan ramuan yang lain yang saya dapat dari teman-teman saya bisa saja dari Sagulubbek, bisa juga dari Simatalu, kemudian saya kembangkan dengan ramuan yang saya ketahui bahkan bisa dilakukan percobaan kepada pihak sakit. Ramuan kita ini tidak mengenal over dosis jadi bisa saja kita uji coba,” kata Zaidin (54)

Begitu juga dengan antar sikerei, ada juga yang mau berbagi ramuan obat-obatan tanpa harus sinaki atau simattai. Itu terjadi ketika antara sikerei saling berbagi ramuan pada saat diskusi bersama melakukan pengobatan antar sikerei. Terutama saat mengambil obat setelah dikumpulkan ramuan yang akan diracik menjadi obat akan dijelaskan terlebih sikerei yang mengambilnya, bahkan sikerei bersangkutan akan kembali minta tanggapan sikerei lainnya, bisa juga sikerei lain akan bertanya barulah dijelaskan, dengan terjadi interaksi tersebut formula obat yang diketahui sikerei akan tersalurkan pada sikerei yang lain.

“Kakai nane anai leu kisedda, siakek puagaijat, kana kai paruruk pasilaggek, anai kai murusa marerei te ratiboi laggek sikerei bagei, tapoi iate nane kuarapi kai sikuara. Kadang anai leu raparerek kakai laggek nane” (kami ada juga seperti itu, yang memberikan pengetahuan, kalau kami berkumpul sedang mengobati, saat santai sering dibicarakan soal obat-obatan dari sikerei yang lain, itulah yang kami dengarkan apa yang dikatakannya, kadang ada juga mereka tanyakan kepada saya).” kata Hariadi Sabulat (60), sikerei dari Matotonan.

Mimpi

Masyarakat Matotonan mempercayai bahwa ramuan obat-obatan itu didapat dari mimpi dari orang tua atau keluarga yang sudah meninggal dunia, namun itu hanya kalangan tertentu saja dan sering mendapatkan bisikan-bisikan bahkan bertemu dengan roh leluhur saat mimpi. Bahkan sikerei sendiri yang sering mengobati orang sakit juga jarang bermimpi. Selama penelitian dengan narasumber, sikerei hanya satu yang mendapatkan ramuan obat dalam mimpi, tidak hanya ramuan saja tapi juga gaut (jimat) pusainakat (ternak babi).

“Selama saya jadi kerei pernah saya bermimpi dua kali, mimpi pertama saya didatangi almarhum bapak saya, kemudian dia berkata sikerei lai ekeu? (kamu sikerei?) katanya dalam mimpi tersebut, kami duduk berhadapan, kemudian dia bertanya nuagai leu laggek (kamu tahu obat-obatan) kemudian ayah saya dalam mimpi tersebut memberikan ramuan obat perempuan yang susah melahirkan. Tapi ini tidak bisa saya katakan karena saya rahasiakan, dan sudah saya praktekkan dua kali sama ibu yang susah melahirkan, hasilnya manjur. Kemudian mimpi berikutnya jimat ternak babi itu mungkin bonusnya,” kata Hariadi

Menurut masyarakat Mentawai obat – obat yang didapat melalui mimpi ini biasanya memiliki khasiat yang bagus, karena dipercayai obat–obat yang didapat melalui mimpi ini merupakan obat pemberian dari leluhur.  Berdasarkan penelusuran yang sering mendapatkan pengetahuan tentang obat lewat mimpi dialami oleh kaum perempuan, itu terjadi ketika ada anaknya yang sakit biasanya roh ayah mereka yang datang kalau tidak nenek mereka yang mendatangi sambil menyampaikan ramuan untuk kesembuhan.  

 

Tulisan ini adalah ringkasan dari hasil riset yang dilakukan Rus Akbar Saleleubaja, Tarida Hernawati Elisabeth, S.Sos, M.Hum, Yuhema Firah. “Kajian Tanaman Obat Tradisional Mentawai Sebagai Kajian Kekayaan Intelektual Orang Mentawai” didukung oleh Kemendikbud, Dana Indonesiana 2022 dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)

BACA JUGA