Persiapan Kerei Baru

Persiapan Kerei Baru Dua sikerei sedang menuju ke uma. (Foto Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

Pengangkatan sikerei ini diawali dengan kekhawatiran sikebukkat uma atau rimata atau sikerei senior tentang tidak ada pelanjut estafet sikerei berikutnya, ditambah lagi keperluan ritual seperti babi dan ayam serta tanaman berlimpah. Jika sudah muncul hal demikian yang dilakukan sikerei senior itu akan memanggil anggota klannya khususnya yang laki-laki untuk membicarakan hal tersebut. 

Dalam diskusi yang dilakukan dalam uma, sikerei senior tersebut tidak akan langsung mengatakan bahwa ada pemilihan calon sikerei sibau, tapi dia akan mengatakan akan dilakukan proses galajet sikebbukat (pekerjaan leluhur). Lalu sikerei senior akan menanyakan pada anak atau keponakan laki-laki mengenai aktivitas yang sedang dilakukan saat itu. Setelah menanyakan itu kemudian dia sikerei senior akan menawarkan mereka siapa yang mau menjadi sikerei. Proses menanyakan itu akan berlangsung berhari-hari sampai ada anggota klan laki-laki itu ada yang mau menjadi kerei. 


Untuk pertemuan awal anggota klan pasti akan menjawab mereka tidak sanggup menjadi sikerei dengan alasan minimnya keperluan ritual yang ada, kemudian banyaknya pantangan yang dilakukan oleh kerei. Cara berikutnya yang dilakukan Sikerei senior bahwa menjadi kerei yang baru ini biayanya ditanggung bersama-sama bukan sendiri-sendiri, tapi kalau tips ini tidak mempan maka sikerei senior tersebut akan mengancam mereka tentang kematian. 

“Kanak rakua ia nanek tak moi an kulawan kai iya edda, kamateiat maian lek bara. Niate aku akuobak mukerei, nganganda te sikebbukat tak moi edda tababak akek iya. (Kalau mereka (sikebbukat uma) bilang (soal kematian) tidak bisa kami lawan, itu kematian yang datang. Ini yang membuat saya mau menjadi seorang kerei, kata-kata sikebbukat tidak bisa dibantah),” kata Ubbek Kerei, “ Ubbek Kerei (71), sikerei dari Dusun Matektek. 

Hal yang sama juga dialami oleh Hariadi Sabulat, mantan Kepala Desa Matotonan dua periode dari November 1987 sampai 1999. Satu bulan setelah dia berhenti menjabat kepala desa kemudian dia diangkat menjadi seorang kerei. Dia menjadi kerei awalnya saat dia sedang melakukan persiapan membuat sagu kerei, untuk keperluan pengangkatan kerei saudaranya yang lebih tua, saat itu dia berstatus sebagai sinuruk (pekerja). Setelah dua batang pohon sagu diolah saat pulang ke rumahnya dia dipanggil oleh adiknya Teu Ajab untuk menghadap sikebbukat uma yang juga menjadi Sikerei senior dalam uma Sabulat. 

Setelah sampai di uma ternyata dua saudaranya Kerei Gotjai (almarhum) dan adiknya Teu Ajab sudah ada dalam uma. Kemudian dia menanyakan kenapa dia dipanggil. Sikebbukat uma bernama almarhum Teu Lasui pun menerangkan maksud tujuannya pemanggilan tersebut dan memberitahu bahwa saudaranya Teu Gotjai sedang melakukan persiapan menjadi Sikerei tapi di uma lain bukan di uma sabulat. Lalu menawarkan hal tersebut kepada Hariadi. 

Pada saat itu Hariadi menjawab dia baru siap menjabat kepala desa, kemudian saat itu dia sedang panungglu (membuka ladang baru), jadi belum ada kesiapan apapun menjadi sikerei. Akhirnya Hariadi pulang dengan kesal. Tidak berhenti disitu saja dua hari berikutnya Hariadi kembali dipanggil kedua kalinya, dia juga menjawab hal yang sama dan mengatakan kalau soal abangnya dan adiknya menjadi kerei dia siap membantunya seperti babi dan ayam, pertemuan kedua ini kembali mentok tidak ada persetujuan. Pada pertemuan ketiga kalinya, Hariadi ditekan sikebbukat uma bahwa kalau tidak mau menjadi kerei dia akan mati, mendengar hal itu Hariadi pulang ke rumah langsung membuka celana dan memasang kabit (cawat) dari kain panjang satu kain panjang diikatnya ke pinggangnya, sesampai di uma saudara-saudaranya serta sinuruk lainnya menertawakan dia karena dari kepala desa langsung menjadi calon sikerei dengan memakai kabit. Karena ancaman kemarin tersebut membuat Hariadi memilih untuk menjadi Kerei, ketika mengatakan setuju menjadi seorang kerei maka keikei (pantangan) saat itu dilaksanakan sampai mati. Proses menjadi kerei itu dinamakan mukerei. 


Penjelasan Prof Dr Zainul Daulay dalam bukunya Pengetahuan Pengobatan Tradisional Kajian Teoretis-Empiris dan Tawaran Perlindungan Hukum, mukerei proses yang harus dijalani oleh seseorang yang ingin menjadi kerei, dalam pelaksanaannya harus tunduk kepada kebiasaan yang sudah terbentuk di kalangan kerei khususnya dan masyarakat pada umumnya. 

Tugas berikutnya adalah mencari sinuruk. Sinuruk ini bisa berasal dari kerabat sesama anggota klan bisa juga dari lakut (ipar) atau saripok atau taluba atau kerabat lain. Semua keperluan tersebut dipenuhi bersama-sama, tidak hanya anggota suku, tetapi juga kaum kerabat lain di luar suku atau yang diundang untuk membantu bekerja. Sinuruk ini membantu Hariadi menyiapkan sagu, kayu, bambu, kabit serta proses lia. Mereka tidak diupah dengan uang tapi hanya dikasih makan babi dan ayam dimakan bersama-sama. Sementara tugas sikebbukat uma selanjutnya mencari guru sikerei junior yaitu sipaumat untuk mendidiknya. Jika sikebbukat uma menunjuk Sikerei senior untuk menjadi guru itu tidak boleh dibantah dan harus dilaksanakan. 

Selama persiapan pelantikan calon sikerei tidak boleh tidur di rumahnya atau di uma (rumah adat) tapi dia tinggal di sapou (pondok) tempat beternak babi itu disebut pukalayeat. Namun kegiatan pada siang hari sampai sore dia boleh datang ke uma tempat pengangkatan calon sikerei. Mereka juga tidak boleh makan daging dan ikan yang segar tapi mereka hanya boleh makan ikan dan daging silakra (diasapi) dan itu akan berlanjut sampai selesai ritual dilakukan. Mereka hanya boleh memakan daging saat ritual tapi jumlah terbatas dimakan tidak seperti dengan sinuruk, calon Sikerei hanya memakan secukupnya dan itu dipilih oleh sikerei senior. 

Tempat untuk melantik menjadi kerei itu dilakukan dalam uma. Uma menjadi tempat tinggal, tempat menyelenggarakan upacara, musyawarah antar sikebbukat, juga tempat penyimpanan benda-benda yang melambangkan kekerabatan. Secara fisik uma berupa rumah panggung, memanjang ke belakang, uma menjadi pusat dari seluruh kegiatan upacara adat terutama dalam pelantikan sikerei baru. 

Selama di pulayeat meski satu pondok dengan istri tapi tidak boleh melakukan hubungan suami istri, ini karena calon sikerei akan melakukan keikei, kalau melanggar akan ‘dihukum’ dengan kematian. Selain itu Sikerei Sibau dan istrinya datang ke uma tidak bekerja tapi hanya mengarahkan saja, tapi tidak bekerja keras. 

Pangatturat sika uma sikebbukat sikinek, ale sikinek at bay ekeu pupalik babaina te nanek maniu nu lek, lepak makerek maniunu sinanalepnu, bakukua sinanalepnu anek nia lek sinanalepnu anek geti maniu nu lek belek-belek pangatturat (Nasehat dari orang tua, kalau sudah mengatakan iya, jadi kamu harus hati-hati, istrimu sudah menjadi saudaranmu, itulah maknanya yang diambil bahwa istri kita tidak boleh lagi kita tidur bersama selama proses pengangkatan sikerei),” terang Ubbek Kerei. 

Pada tahapan persiapan ini yang dilakukan adalah musagu (mengola sagu) namanya itu sagu kerei. Sebelum menebang batu sagu pertama sipaumuat akan datang ke lokasi dan langsung bersumpah. “Anai kutadde kai sagu, sagu kerei, buk maisit bagamui origen, lepana lek masiilak sagu sinuruk elek telu ngakkaju, ei metca sipaumat kabutet sagu melakukan ritual muturuk meniru hewan, lepakna lek ia pei rakut nia sagu, iate nane rakut sagu kerei. (kami mau menebang sagu, sagu ini sagunya kerei, jangan ada penyakit yang datang, setelah sinuruk menebang batang sagu sekira tiga batang, sipaumat pergi ke pucuk sagu dan melakukan ritual dan muturuk (menari), selesai proses itu barulah diolah, itu tandanya sagu yang diolah ini untuk kebutuhan pelantikan sikerei),” kata Hariadi Sabulat. 

Kalau sudah mencapai lima sampai enam tappri. Tappri adalah tempat menyimpan tepung sagu yang terbuat dari daun sagu yang dijalin dengan rotan membentuk tabung sepanjang satu meter lebih dengan diameter 50 centimeter). Kegiatan selanjutnya membuat salipa. Salipa ini terbuat dari papan yang diberi ornamen berbentuk peti ukuran kecil dengan pajang 80 centimeter dan lebar 50 centimeter dan tinggi, bagian atasnya diberi penutup melengkung. Setiap calon sikerei itu akan dibuatkan dua salipa oleh sinuruk. Satu untuk calon kerei dan istrinya, kalau ada tiga calon kerei maka akan dibuat salipa yang enam unit. Salipa akan diisi pada lia selanjutnya. Setelah membuat salipa, akan dilanjutkan kembali musagu sampai kira-kira sagu itu sudah puluhan tappri makan kegiatan itu selesai. 


Kemudian sinuruk akan melanjutkan mengolah sagu, sampai puluhan tappri, sekira sudah memenuhi kebutuhan selama upacara adat makan akan dilanjutkan dengan kegiatan panasla, panasla yaitu membuat kabit (cawat) dari kulit kayu, kayunya dinamakan baiko. Kulitnya baiko tersebut dikupas dengan panjang empat meter dan lebar sekira lima centimeter, kemudian kulit bagian terluar dibersihkan sehingga tinggal warna putih saja. Sinuruk akan memukul-mukul kulit baiko dengan kayu di sungai memakai alas kayu ketika lebar baiko kira-kira sudah mencapai 15 centimeter maka selanjutnya akan dijemur. Lama membuat cawat ini bisa memakan waktu selama dua minggu dan hasil tersebut ada sekitar 150 lembar, namun itu juga tergantung dari kecepatan dan jumlah sinuruk. 

Setelah menjadi kabit dalam kondisi basah, sinuruk mengambil toggro, sejenis kulit kayu bakau lalu dipukul-pukul sehingga mengeluarkan cairan warna merah bata, lalu dimasukkan ke dalam abak (sampan) yang sudah berisi air. Kemudian sinuruk mencari kulit kayu gujuw-gujuw, kulit kayu ini menghasilkan aroma yang harum saat direbus dalam bambu. Cairan gujuw-gujuw tersebut untuk melekatkan warna dan memberikan aroma pada kabit. Jika kulit gujuw-gujuw sudah dimasukkan dalam bambu. Bambu yang sudah ada isinya dibakar dalam kondisi berdiri biar air yang ada dalam bambu tidak tumpah. Setelah air dalam bambu mendidih dituang ke dalam abak yang sudah berisi toggro lalu diaduk biar air dalam sampan yang sudah berisi toggro bercampur dengan air rebusan gujuw-gujuw. 

Apabila sudah bersatu gujuw-gujuw dan toggro ini maka kabit yang sudah diolah sinuruk dan Sikerei Sibau merendamnya ke dalam abak dengan kondisi dilipat selama 15 menit lalu digantung di atas abak sampai air yang terserap pada kabit tersebut kembali menetes dalam abak. Jika sudah tidak lagi menetes maka selanjutnya dijemur, begitulah seterusnya. Untuk memaksimalnya merendam dan menjemur dilakukan dua sampai empat kali. Proses ini merendam dan menjemur kabit bisa memakan waktu selama dua hari dan bahkan sampai seminggu. Sedangkan panasla bisa sampai tiga minggu sampai kabit itu kering dan disimpan dalam uma. 

Sejak acara panasla, calon Sikerei dan sipaumat melaksanakan keikei dimana keduanya tidak boleh makan dan minum diruang terbuka, mereka boleh makan dan minum saat malam dan pagi sebelum matahari terbit. Untuk calon sikerei itu di kapulayeat posisi makan di dalam sapou bukan di laibokat (beranda) dan tidak boleh dilihat orang. Sementara sipaumat juga makan di uma tempat acara persiapan ritual pengangkatan calin sikerei. Itu dilakukan agar pada proses panasla tidak hujan.  Menurut Kerei Hariadi (56) makna lain dari puasa tersebut untuk ujian pertama. Aktivitas itu dilakukan dalam rangka menguji nafsu manusiawi, tidak tergiur kepada hal-hal yang bersifat keserakahan. Itu pengujian awal, karena saat resmi menjadi sikerei banyak hal-hal yang menjadi pantangan tentang makanan. 

Setelah proses membuat kabit selesai sinuruk akan melanjutkan mencari muloinak (mencari kayu bakar) itu dilakukan oleh kaum laki-laki, sementara kaum perempuan mencari okbuk (bambu), gette (keladi), serta purut sagu (daun sagu). Obbuk itu berupa lemang bambu untuk tempat masak daging babi, ayam, serta memasak keladi, sedangkan purut sagu untuk memasak sagu, itu keperluan untuk selamat puliaijat. Jika keperluan sudah cukup, selanjutnya sinuruk dan sipaumat menjemput calon Sikerei bersama istrinya kapulayeat. 

Calon Sikerei juga telah menyiapkan babi dan ayam untuk di tempat ‘pengungsian’. Sesampai di lokasi pulayeat disini puliaijat awal dimulai yang disebut dengan lia katotoili. Saat sipaumat sudah sampai di pulayeat akan memberikan jimat kepada ternak babi dan ayam milik calon sikerei biar tidak mati atau hilang ketika melaksanakan ritual. Kapulayeat ini sinuruk memotong babi dan ayam untuk dimasak dan dimakan di lokasi tersebut. Pada prosesi makan ini calon sikerei dan sipaumat ini tidak boleh makan bersama dengan sinuruk. Kedatangan sipaumat hanya menjemput calon sikerei serta mengumpulkan bahan untuk gaut (jimat) yang ada di lokas pukalayaet. Sipaumat baru bisa makan setelah kembali ke kampung di uma tempat pelantikan calon Sikerei. Makanan yang dimakan itu bukan makan babi dan ayam yang dipotongh tapi silakra (ikan atau daging yang diasapi). Proses persiapan ritual memulai pelantikan calon sikerei disebut dengan sinasai, istilah sinasai itu diperuntukkan untuk prosesi bagi calon sikerei yang sehat. 

Saat keberangkatan pulang ke uma, penutup atap tobat (atap daun sagu) yang terbuat daun duri paling depan digeser sedikit sehingga cahaya masuk sampai ke lantai oleh sinuruk, prosesi itu disebut pasibugra bubug. Proses ini dilakukan agar calon sikerei mudah belajar urai (nyanyian) kerei termasuk sukat dan bujai. Pasibugra bubug tersebut dilakukan saat calon sikerei dan sipaumat pulang ke rumah, saat pulang itu calon sikerei tidak boleh menoleh kebelakang, itu adalah pantangan yang disampaikan sipaumat. 

Bubug pukalayeat tersebut akan diperbaiki setelah ritual pengangkatan sikerei sibau itu selesai, bisa satu bulan lebih. Pasibuggra bubuk itu dilakukan agar suara mereka dalam menyanyikan mantra bisa lancar. Sikerei bisanya mengambil obat dari tumbuh-tumbuhan itu atas latihan dari gurunya yang dinamakan sipaumat. Sipaumat inilah yang kemudian akan mendidik, melatih da mengajar calon Sikerei. Sipaumat ini akan melatih sikerei baru mengucapkan sukat (mantra) dan bujai (doa-doa).   Sukat dan bujai itu disampaikan lewat nyanyian dan ucapan saat melakukan ritual. Bagi masyarakat biasa tidak bisa mengucapkan dan menyanyikan sukat dan bujai. Setiap kalimat memiliki makna, bahasa dipakai adalah peribahasa yang tidak sama tutur bahasa yang dipakai masyarakat Mentawai dalam keseharia. Proses itulah yang dilakukan saat ritual pengangangkatan Sikerei Sibau.

Bersambung bag 3, Simatak Siagai Laggek

BACA JUGA