Sikerei dan Siagai Laggek ‘Dokternya’ Orang Mentawai

Sikerei dan Siagai Laggek ‘Dokternya’ Orang Mentawai Kukru Kerei atau Teu Nasi sedang meracik tumbuha-tumbuhan untuk obat. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja)

(Bag 1)

Kukru Kerei (66) salah satu sikerei atau ahli pengobatan tradisional yang masih ada di Dusun Dusun Matektek, Desa Matotonan, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Merawai, Sumatra Barat. Pada suatu hari di pengujung November 2022, saya berkesempatan mengikuti Kukru Kerei meracik ramuan obat untuk menantunya yang baru saja melahirkan anak kembar seminggu sebelumnya. Obat itu akan digunakan untuk membersihkan rahim usai melahirkan. Namanya

laggek pukop kabed kelik, ada 18 jenis tanaman obat berupa daun, kulit hingga akar sampai umbi-umbian yang akan diramu dengan cara diparut, ditumbuk serta dikikis lalu dicampur kemudian diberi air lalu diperas dengan tangan. Aromanya sangat wangi. “Kanak laggek sinanalep nane simasingin lek. (Kalau obat untuk kaum perempuan umumnya harum),” tutur Kukru.

Sikerei mengobati orang-orang sakit di Matotonan dengan ramuan yang sudah diwariskan secara turun temurun bahkan ada hasil kombinasi dari ramuan yang diperoleh. Tak hanya sikerei saja, beberapa orang lainnya juga mengetahui tentang ramuan tradisional tersebut yang akrab disebut Simatak Siagai Laggek, umumnya dipanggil dengan Siagai Laggek. Dua sosok ini merupakan orang aktif dalam pengobatan, meski ada masyarakat umumnya lainnya yang mengetahui obat yang sering disebut dengan simatak namun pengetahuannya itu tidak banyak seperti sosok dua aktor di atas.


Aman Tak Olata sedang mengobati menantunya yang sedang pusing karena hamil. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

Sikerei dan Simatak Siagai Laggek merupakan ‘dokternya’ orang Mentawai termasuk di Matotonan. ketika ada anggota keluarga yang sakit, yang mereka panggil pertama adalah sikerei atau siagai laggek. Bagi sikerei jika mengumpulkan obat tanpa melakukan ritual hanya boleh sekali saja, kalau tidak sembuh, sikerei yang bersangkutan akan memanggil kerei yang lain untuk mengobati, pengobatan kedua kali itu akan dilakukan ritual pasilaggek dinamakan dengan pabetei (mengobati). “Kanak tak aireddet edda laggek sikutku iate kusogai kai sikerei bagei ioi masilaggek simabesik, lulunia nane takt e ireddet laggek sikutku iate kusogai kai sikerei bagei,” kata Kukru Kerei, salkah satu Sikerei di Desa Matotonan, 12 Maret 2023. (Kalau tidak sembuh dengan obat yang saya buat, makanya saya panggil Sikerei yang lain untuk mengobati),” kata Kukru Kerei, 13 Maret 2023.

Berita Terkait:

Agama Samawi Dalam Balutan Arat Sabulungan


Menurut Bambang Rudito dalam bukunya Bebetei Uma Kebangkitan Orang Mentawai: Sebuah Etnografi, ritual pabetei ini adalah menyucikan diri dari gangguan roh jahat yang datang tinggal bersama mereka. Dalam ritual ini akan memotong babi dan ayam, untuk keperluan ritual. 

Sikerei memiliki peran penting dalam penyembuhan bagi masyarakat Mentawai pada umumnya baik itu sakit karena bajou maupun sakit karena faktor alam dan kecelakaan yang mengakibatkan cedera dan luka-luka namun pada akhirnya mereka akan mengaitkan faktor utama adalah karena bajou yang terlibat konflik dengan dunia nyata. Kerei adalah tokoh spiritual yang menjalankan peran sentral dalam berbagai ritual kelompok. Fungsi kerei dilihat dari peranannya sangat penting dalam berbagai ritual, tidak hanya dalam ritual penyembuhan tetapi terlebih lagi dalam berbagai ritual uma. Kerei menjadi pemimpin dalam pelaksanaan berbagai upacara ritual uma karena kemampuannya sebagai perantara dunia manusia dan alam roh sehingga sangat dibutuhkan oleh masyarakatnya. Dalam penelitian Ermayanti di Matotonan, kerei memiliki fungsi berbagai macam; sebagai tabib bertuga mengobati orang sakit; sebagai pengusir roh jahat; sebagai perantara dunia nyata dengan dunia gaib; sebagai pemimpin ritus; sebagai pemberi jimat penolak bala dan mendatangkan kemakmuran; sebagai peramal. 

Sikerei sangat ahli meramu berbagai jenis tumbuhan untuk mengobati berbagai jenis penyakit yang diderita para pasien yang membutuhkan pertolongan dari Sikerei. Untuk satu jenis penyakit saja bisa terdiri dari tiga hingga sampai belasan jenis tanaman yang dicampur menjadi satu ramuan rahasia. Reimar Schefold dalam buku Mainan Bagi Roh menjelaskan, sikerei juga tidak terikat pada kelompoknya tetapi bisa dipanggil mengobati kepada uma yang lain. Hal itu terlihat di Matotonan sikerei dari uma yang lain bisa mengobati orang lain dari uma yang berbeda, disana nanti akan melakukan ritual dan pemotongan babi dan ayam, setelah dia kembali otcai (jatah) daging ayam dan babi akan dibagi di uma kerei tapi jika hanya mengobati saja biasanya dalam uma itu akan makan bersama dengan anggota lainnya. 

Berdasarkan data dari Lembaga Kerapatan Adat Matotonan (LKAM) di Desa Matotonan terdapat 45 orang Sikerei, dari jumlah tersebut sebanyak 35 orang yang masih aktif melakukan ritual berupa lia, bebetei, pameruk dan ritual lainya. Jika dilihat data Laporan Pelaksanaan Kegiatan, Survey Potensi Tumbuhan Obat Dalam Kawasan Taman Nasional Siberut Pada SPTN Wilayah I tahun 2011 jumlah Sikerei di Desa Matotonan ada 62 orang untuk melayani 2000 penduduk. Kalau dibandingkan tahun 2022 saat penelitihan dilakukan jumlah Sikerei terjadi penurunan jumlahnya turun menjadi 43 orang Sikerei. Namun tidak semuanya lagi bisa mengobati lantaran kondisi fisik sudah menua. 

Tabel 2: Nama-nama Sikerei

No

 

Nama-nama Sikerei

 

 

 

Dusun Matektek

Dusun Maruibaga

Dusun Mabekbek

Dusun Kinikdog

Dusun Maonga

1

Romo Aldus (Olei Ogok)

Hariadi Sabulat

Tune Manai Satoutou

Saibit Kerei

Lommok Satoleuru

2

Taddo Laggai Tasiriratei (Aple Ratei)

Aman Tak Olata Siritoitet

Koinong Kook Sabulat

Lippat Manai Sakobou

Martinus Sagoilok

3

Nando Satoinong

Derek Kerei Satottot Akek

Kemut Sakairiggi

Aman Pinne Sabulau

Teubaga Sarubei

4

Lalaet (Teu Tuilu)

Ogok Toitet Satoleuru

Polandia Siriregei

Tuku Sabulau

Boiji Kerei Samoan Muttei

5

Botui Satoutou

Majan Siritoitet

Usman Sagari

Aman Lapek Sabulau

Walter Sabulat

6

Kukru Kerei  Sakairiggi (Teu Nasikun)

Suket Siritoitet

Katut Sagari

Alewat Sakobou

Aman Kua Manai Sagari

7

Tomas Sagari (Aman Gurui)

 

Sobbe Manai Sarubei

Aman Kukru Manai Satoleuru

Konoi Samoan Bailoi

8

Boli Leleu Satoinong

 

Kilabo Siriotitet

Lekket Sainak Samoan Daddi

Mattiboi Satoutou

9

Biantoro Sarereiket (Teu Marereket)

 

Mesin Dere Saguruk

Aman Jenggun Sarubei

 

 

 

 

Nananki Sarereiket

Suwarno

 

Jumlah

9

6

10

10

8

Keseluruhan

 

43 jiwa

 

 

 

Sumber: olahan data pribadi 

Penyebab menurunnya jumlah tersebut karena ada beberapa hal; faktor usia yang sudah menua, rata-rata umur yang sudah tidak sanggup lagi 70 tahun ke atas, sehingga mengurangi kekuatan dan kemampuan sikerei dalam pengambilan obat-obatan atau dalam ritual penyembuhan maupun ketika ada upacara-upacara serta sering mengalami sakit-sakitan. Biaya untuk prosesi menjadi kerei yang mahal seperti babi, ayam, tanah, dan tanaman yang menjadi konsumsi serta upah orang menjadi guru. Dan pendidikan mempengaruhi laju menurunnya keinginan menjadi sikerei, banyak pemuda di Matotonan yang sekolah di Padang berpengaruh soal perubahan pola pikir. Agama juga berpengaruh terhadap keberadaan sikerei karena pada dasarnya sikerei menganut Arat Sabulungan yang bertentangan dengan agama yang dianut. 

Proses Menjadi Sikerei di Matotonan 

Kemauan sendiri 

Ini juga didukung faktor kesiapan secara fisik, mental serta babi, ayam, tanah dan tenaga yang membantu dalam proses ritual pelantikan kerei, sebab proses ini memakan waktu berbulan-bulan sampai tahunan ini tergantung kesiapan di atas. Kemauan menjadi kerei juga karena faktor ‘sakit hati’, itu terjadi ketika ada yang memanggil sikerei untuk mengobati keluarganya namun sikerei yang bersangkutan tidak datang dengan alasan kesibukan kerja atau sedang mengobati yang lain, dengan kondisi tersebut akhirnya orang bersangkutan membicarakan dengan anggota lainnya untuk menjadi sikerei. Selain itu faktor dari keinginan sendiri juga disebabkan faktor sakit. Dalam hal ini bukan calon sikerei yang sakit tapi bisa jadi istrinya yang sering sakit. Kadang ketika meminta sikerei yang lain untuk mengobati istri bersangkutan selalu banyak alasan.

Kukru Kerei menceritakan awal dia menjadi seorang kerei.  Kaku buk besik, ane aku besiake laggek, tubud laggek ra aku besiake, takua iya nane gajak sikalabai, iya pei igajak iya iapei kugaba sikerei, bui nupatatak kap ita batti, buat akenen oine kanak keikei iya baputatak kap ita, sibara amaigiat siliu akek aku, simamatei. Tak pei mauju matei, eruk tubut lek arabesiakek, buk laggek, kaku tak maigi laggek lek akubesiakek, irededet tak ireddet jet nan lek. Oto sogai kusogai sia tak pei amukerei aku, tak amoi aku anai lek aku musagu, mulelekket saguku. Batti leu nupupattak toi kap ita, ei aku sabbek tak ia edda amei lek aku kaedda pabetei. Sibara taat sia, lettuku lek ka sapou paatukuat edda kipapa besik nia kerei. Tat leu tabuat akek sabbe lek arakua sikebbukat keikei nia. Pek kanak tatakat katubdda keikei ka sinanalep tak bai matei ita a, pek kasinalelep lek da matei sorot ra pasorot ka sinalepda bara peilek pabetei ameteiat lekket, gijedda lek kukut tak maigi, laggek lek buluk loinak lek kubesiake. Buk eruk tubu, ei aku. (Saya menjadi seorang kerei bukan karena sakit, yang saya inginkan itu obat-obatan, memang obat yang aku inginkan. Itu disebabkan karena istri saya sakit. Saat sakit itu saya mencari Sikerei untuk mengobatinya. Saya tidak ingin menyerah, kalau soal Sikerei saya bisa melakukan, kalau hanya pantangan saja saya bisa melakukan. Memang sejak saya menjadi kerei ini sudah banyak yang melewati saya, meninggal dunia. Karena mereka hanya mencari status di tengah masyarakat, bukan obat, kalau saya obat yang saya usahakan, mau sembuh atau tidak sembuh biarlah kita coba dulu. Jadi saat kita panggil Sikerei, saat itu saya belum jadi seorang kerei, mereka tidak datang dengan alasan mereka mau pergi mengola sagu, alasannya nanti batang sagu mereka membusuk. Sepertinya saya diremehkan jawaban seperti itu, pergi saya di Sikerei lain mereka jawab mau pergi mengobati ke tempat lain. Sikerei itu sekarang sudah mati, sesampai saya di rumah saya berpikir, kalau begitu apa susahnya menjadi kerei. Kalau hanya melaksanakan larangan. Jadi kalau hanya pantangan jangan melakukan hubungan suami istri saat kita baru pulang mengobati, kalau hanya itu yang membuat kita berat soal pantangan kepada istri kita, kalau begitu saya siap melaksakan pantangan itu kan tidak banyak, hanya obat dari tumbuhan itu yang saya perjuangkan bukan status sosial),” katanya. 

Dorongan Sikebbukat Uma

Biasanya orang yang mau dilantik sikerei sibau ini memang pada awalnya sempat menolak, namun dorongan orang tua atau sikebbukat uma atau rimata dan orang tua bukan langsung disampaikan kepada calon sikerei yang baru, hal itu dikatakan Hariadi Sabulat (66), seorang sikerei di Dusun Mauribaga. 

“Awalnya murusa ka uma (berkumpul di uma sesama anggota klan biasanya dilakukan pada malam hari) mereka akan membicarakan dulu suku lain namun lambat-laun mereka akan menyinggung klan mereka yang tidak memiliki Sikerei lagi. Lalu sikebbukat uma akan menanyakan saya apakah saya mau menjadi Sikerei sibau, jika tidak sikebbukat uma dan orang tua akan terus mendesak untuk menjadi Sikerei yang baru. Awalnya saya kan mantan kepala desa disini setelah saya tidak jadi kepala desa saya ditawarkan itu, awalnya saya menolak tetapi setelah dibujuk akhirnya saya mau,” kata Hariadi Sabulat seorang kerei di Matotonan.   

Hariadi Sabulat dari kepala desa menjadi sikerei. (Foto: Rus Akbar Saleleubaja/Mentawaikita.com)

Ada tiga alasan sikebbukat uma atau orang tua mendorong salah satu anggota klan menjadi sikerei sibau, pertama karena tidak ada lagi pewaris obat-obatan lewat sikerei. Kedua memiliki babi dan ayam yang banyak. Kedua karena ada persaingan antara klan lain yang disebut pako’.  Seperti yang ditulis Reimar, pako’ persaingan antara suku untuk mendapatkan prestasi–prestasi yang gemilang kemudian menyampaikan kepada pihak lawan dan menantangnya untuk menandingnya sebagai tindakan pembalasan (ko’).

Tapi sekarang pako’ sudah tidak ada lagi yang menjadi ancaman jumlah sikerei akan turun, kemudian kebutuhan ekonomi masyarakat serta pendidikan anak yang kuliah diluar Mentawai yang membutuhkan uang cepat membuat warga tidak fokus untuk beternak babi dan ayam dan memilih mencari uang yang cepat seperti menanam pinang, mencari manau serta komoditi lain yang bisa menghasilkan uang yang cepat. 

Sakit atau Siddei Kerei 

Menjadi sikerei itu karena faktor sakit atau siddei kerei yang menahun, kalau diobati dia akan sembuh beberapa minggu kemudian kembali sakit dan diobati sakit. Sakitnya bukan sebentar tapi menahun, sampai ada proses sikerei yang mengobati melakukan dua ritual menentukan apakah orang sakit ini jiwanya mau menjadi sikerei atau tidak. Dua ritual tersebut adalah togglo akek manai dan tatau’. Biasanya menjadi sikerei karena sakit ini disebut dengan Siddei Ketcat, secara fisik tidak mau menjadi seorang kerei tapi jiwanya ingin menjadi kerei. 

Bersambung...bagian 2 Persiapan Kerei Baru



 



BACA JUGA