PADANG-Kabar duka untuk seorang tokoh maestro budaya Mentawai Josep Teuki Ogok Salakirat yang dikenal dengan Aman Laulau dari Dusun Buttui, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai meninggal dunia sekitar 16.00 WIB, Senin (27/2/2023) di Puskesmas Muara Siberut.
Meninggal di usia sekitar 67 tahun ini menjadi saksi ketika aparat kepolisian di era tahun 1980-an membakar atribut budaya Mentawai mulai peralatan sikerei, katsaila sebagai tempat persembahan, bahkan uma dibakar, pemilik uma menangis, namun Aman Laulau ini berdiri tegak menunggu polisi datang ke umanya dengan memegang racun panah bahkan polisi sendiri tidak berani mendekati Aman Laulau.
Kini dia sudah tiada, namanya tetap dikenang mulai dari pemerintah anak muda Mentawai yang mencintai budaya Mentawai bahkan sampai turis luar negeri yang pernah berkunjung ke Buttui pasti mengenal Aman Laulau.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Mentawaikita.com, Aman Laulau ini sudah sakit parah sekira tiga minggu lalu dan saat dibawa ke Puskesmas Muara Siberut, tokoh yang banyak sering tampil di ajang festival budaya Mentawai menutup usia.
Aman Laulau saat sakit di Buttui kondisinya kurus (Foto: Istimewa)
Dalam perjalanan hidupnya dia pernah bercerita kepada Mentawaikita.com, dimana sekitar tahun 1988 dia mengalami peristiwa pahit pelarangan arat sabulungan. Saat itu sangat gawat semua peralatan Sikerei dibakar polisi. Di Matotonan terjadi pembakaran uma oleh dua polisi, pemilik uma meraung-raung menangis ke hutan.
Pada tahun kejadian tersebut dia sudah menjadi seorang kerei dan memiliki uma di Buttui. Saat itu ada seorang polisi mendatangi umanya, tapi saat itu Aman Laulau menghadang polisi itu dengan memegang panah Mentawai yang memiliki racun, membuat polisi tidak berani mendekatinya.
Saat seorang fotografer dari Kanada Charles Lindsay mendatangi Aman Laulau. Charles Lindsay sering tinggal di uma Aman Laulau dan membuat foto aktivitas keluarga Aman Laulau. Melihat kondisi tersebut Lindsay menyarankan kepada Aman Laulau untuk menemui Hasan Basri Durin sebagai Gubernur Sumatera Barat diera itu.
Kemudian dia menceritakan kejadian yang mereka alami kepada gubernur Sumbar. Gubernur prihatin dengan apa yang mereka alami. Dan pada saat itu dia sempat berfoto dengan gubernur Sumbar yang memotretnya itu Lindsay sambil bersalaman.
Kemudian Hasan Basri Durin kemudian memerintahkan membuat surat yang ditembuskan kepada Bupati Padang Pariaman dan Camat Siberut Selatan di Siberut dan saat itu Aman Lalau mendata surat itu. Surat bertanggal 31 Maret 1988 yang diketik dengan mesin tik, dimana isi surat itu gubernur mengatakan telah mendapat informasi ada tindakan dari beberapa pejabat dan alat pemerintah di Kepulauan Mentawai di Siberut terhadap masyarakat asli yang kurang dapat diterima oleh masyarakat itu sendiri, seperti larangan berambut panjang, larangan tinggal di rumah asli mereka di hutan-hutan, dan larangan upacara ritual menurut tradisi dan kepercayaan mereka.
Dalam surat itu gubernur meminta agar Bupati Padang Pariaman dapat mengecek sejauh mana kebenarannya. Ia menyampaikan bahwa masyarakat Mentawai tidak dilarang hidup menurut norma-norma dan tradisi asli mereka. Setelah mendapatkan surat tersebut pejabat kepolisian dan camat tidak lagi berani mengambil tindakan tersebut.
Organisasi Forum Mahasiswa Mentawai Sumatera Barat (Formma Sumbar) ikut berduka atas meninggalnya tokoh Mentawai, hal itu di tulis dinding media sosialnya. Formma Sumbar juga berterimakasih Bajak Aman Laulau telah memberikan ilmu dan pengetahuan budaya Mentawai. “Kami semua khususnya anak muda Mentawai mampu dan mau menjadi pejuang seperti bajak, mempertahankan budaya Mentawai jenazah almarhum akan disemayamkan di Buttui. ,” keta Ketua Formma Sumbar, Hieronimus Eko Pintalius Zebua, Senin (27/2/2023).
Selamat jalan Jak, kami akan mengenangmu.