SIKABALUAN-Budaya dan pelabelan di tengah masyarakat ikut mempengaruhi diskriminasi kelompok marginal di Mentawai, seperti kelompok perempuan, anak dan disabilitas. Hal ini diuangkap peserta pelatihan "Penguatan perspektif dan implentasi Gedsi dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembanhunan" yang diadakan oleh YCMM (Yayasan Citra Mandiri Mentawai) di hotel Grand Viona, Tuapeijat- Sipora Utara, Selasa-Rabu (21-22/2/2023).
Pelatihan yang diselenggarakan dari Program Estungkara kerjasama YCMM dengan Kemitraan Partnership diikuti tiga desa di Mentawai yang menjadi sasaran program Estungkara diantaranya pemerintah desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Malancan, Siberut Utara, Pemdes dan BPD Muntei, Siberut Selatan, Pemdes dan BPD Nemnemleleu, Sipora Selatan serta beberapa OPD Mentawai yang berkaitan langsung dengan program Estungkara, diantaranya Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pengendalian penduduk dan KB, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas PUPR, DPKP.
Rosaria Leni, Kasi pelayanan Desa Muntei mengatakan secara budaya tanpa disadari meminggirkan kaum marginal seperti perempuan. "Misalnya dalam kepemilikan harta warisan dimana perempuan tidak dihitung,” katanya.
Hal lainnya yaitu, dalam penyampaian usulan dan pengambilan keputusan di dalam rapat pemerintah usulan perempuan sulit diterima. "Misalnya ketika perempuan mengusulkan kegiatan menabung desa pemerintah tidak menanggapi. Sebenarnya kalau dilihat ekonomi yang baik itu tidak lepas kaitannya dengan menabung di keluarga,” katanya.
Dalam hal tanggungjawab, perempuan ikut menjadi tulang punggung keluarga. Misalnya kaum perempuan di Siberut Selatan yang sudah menikah mengambil kayu api untuk kebutuhan sehari-hari dan mencari ikan di laut. "Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan laki-laki ikut dikerjakan perempuan, namun pekerjaan perempuan sulit dikerjakan laki-laki,” katanya.
Terkait pelabelan misalnya, dikatakan Sandang Simanjuntak dari YCMM pada admikistrasi kependudukan. Pada pekerjaan didalam kartu keluarga seorang ibu rumah tangga atau di dalam KTP (Kartu Tanda Penduduk) dituliskan RT/IRT (Rumah Tangga/Ibu Rumah Tangga). "Sementara ibu rumah tangga itu punya kerja bertani atau berladang dan juga punya penghasilan sendiri", katanya.
Dampaknya, dikatakan Sandang kaum perempuan tidak dapat mengakses bantuan dari pemerintah melalui pokok-pokok pikiran rakyat karena untuk terdaftar sebagai penerima bantuan syarat pekerjaan kebanyakan petani dan nelayan.
Sekrtaris Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Ruslianus mengatakan salah satu strategi untuk dapat menyuarakan dan mengakomodir usulan dan kepentingan kelompok marginal seperti perempuan, anak dan penyandang disabilitas yaitu melakukan forum atau pra musrenbang khusus kelompok marginal. "Dan ini usulan mereka ini dipastikan untuk dibawa didalam musrenbang disetiap tingkatan,” katanya.
Peran BPD keterwakilan perempuan disetiap desa ikut menjadi salah satu stategi untuk menyuarakan kepentingan kelompok marginal dalam forum dusun dan desa karena salah satu tujuan adanya anggota BPD keterwakilan perempuan untuk membawa aspirasi kaum perempuan.
Melya Findi selaku Communication Officer Kemitraan mengatakan tujuan dari pelatihan ini agar semua pemangku kepentingan mulai dari desa hingga tingkat kabupaten memiliki perspektif yang sama soal gedsi. "Untuk mewujudkan pemerintah yang inklusif dengan tidak mengabaikan satu kelompokpun ditengah masyarakat perlu pemahaman bersama,” katanya.
Dalam pelatihan ini juga tiga desa yang menjadi sasaran program Estungkara dilihat RKPDes 2023 (Rencana Kerja Pemerintah Desa 2023) apakah sudah mengakomodir kelompok perempuan, anak dan disabilitas. Beberapa mata anggaran yang sudah dimasukkan disetiap desa yaitu anggaran untuk penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, makanan tambahan anak dan pencegahan stunting, BLT-DD.