Minim Akses dan Tak Ada Pelabuhan Menambah Derita Warga Saibi 

Minim Akses dan Tak Ada Pelabuhan Menambah Derita Warga Saibi  Warga harus naik perahu untuk naik kapal akibat tak ada pelabuhan di Saibi. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

Minimnya akses transportasi dan tidak memiliki pelabuhan di wilayah Saibi Samukop, Kecamatan Siberut Tengah berdampak penyaluran barang-barang yang diturunkan dari kapal, hal itu dikatakan Lukpin Jalismar Sakatsilak. 

Menurutnya beberapa anggota DPRD Mentawai asal Saibi Samukop sudah pernah terpilih namun sampai saat ini belum pernah ada pembangunan dermaga di Saibi Samukop. “Soal pembangunan dermaga di Saibi sampai saat ini belum dibangun, sudah berapa anggota dewan, kemudian periode Bupati sampai sekarang tidak ada pembangunan, padahal itu sangat penting sekali,” ujarnya.


Kapal antar pulau Nade sedang menurunkan penumpang di tengah laut. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

Dia menceritakan awal dimulainya pembangunan tower alat komunikasi di Saibi Samukop sangat susah karena pembongkaran alat tower dilakukan di tengah laut di atas boat yang digandeng. Menurutnya jika dermaga ada proses pembongkaran pasti akan sangat mudah seperti di pelabuhan lain misalnya di Maileppet, Sikabaluan dan daerah lain yang sudah menikmati adanya dermaga.

“Sekarang sepanjang dermaga tidak ada pasti sangat susah, dan susahnya itu pada saat gelombang besar,  kalau alat itu jatuh kita yang menggantinya, caranya waktu itu kita lakukan pembongkaran muatan besi kita ikat sampan tiga dirapatkan kemudian baru diturunkan dari atas kapal,” kata Lukpin.

“Kadang ada barang yang rusak, pecah, basah karena susahnya belum ada dermaga, belum lagi saat hujan pasti banyak yang basah dan uang buruh kami yang dipotong, itulah resiko kami di Saibi tidak ada dermaga,” sambungnya. 

Jika ada dermaga di Saibi menurutnya akan sangat gampang mendistribusikan sesuatu, pengiriman hasil bumi, kemudian perekonomian masyarakat juga pasti akan maju.

“Keuntungannya kalau ada dermaga masyarakat bisa jual pisang, ke luar Saibi, dan itu pasti sangat laku, nah itu kan sangat terbantu ekonomi kita. Keladi, pisang dijual ketika masuk kapal itu pasti habis seperti di Tuapeijat, hasil bumi kita yang ada di sini juga bisa keluar ke Padang, bukan tidak ada potensi hasil bumi kita tetapi karena tidak ada pelabuhan tidak terjadi perputaran ekonomi,” kata Lukpin.


Pinang hasil ladang warga Saibi. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

Banyak potensi hasil bumi di Saibi Samukop namun karena tidak dapat dijual ke luar Saibi sehingga kata dia tidak mendapatkan uang. “Hasil kebun di Saibi itu yang paling banyak kuini, kadang habis membusuk di batangnya saja, karena tidak menjadi sumber uang, misalnya ada kapal, ada pelabuhan kita bisa jualnya ke Padang atau ke Tuapeijat, kita juga coba menjual mangga, rambutan di pinggir jalan kadang laku, kadang juga tidak, tetapi kalau kita jual ke luar daerah ya pasti dampak ekonominya tinggi, misalnya hari ini kapal masuk kita sudah siapkan, itu keuntungannya ketika terjamin kelancaran transportasi, dan dermaga,” katanya.

Sebenarnya kata dia usulan pembangunan dermaga  sering diusulkan pada musrenbang, namun sampai hari ini belum ada tindakan pembangunan. “Harapan kami  dermaga di Saibi secepatnyalah dibangun, kalau daerah lain bisa dibangun kenapa kita di Saibi tidak bisa dibangun, saya juga heran setiap ada Musrembang dermaga ini selalu diusulkan, itu tahun 2018 itu sudah pernah diusulkan, tetapi sampai sekarang belum ada tanda dibangunnya dermaga di Saibi,” kata Lukpin.

Selain itu banyak masyarakat yang memiliki hewan ternak seperti babi untuk keperluan pesta yang biasanya dijual dan dikirim ke Tuapeijat tidak bisa lagi karena terkendala akses transportasi. “Kalau lewat boat kan tidak bisa karena tidak muat dan juga susah kalau melalui boat belum lagi pakai boat besar biayanya. Hasil ternak yang tidak terjual dampaknya perputaran ekonomi masyarakat di situ tidak jalan, tertutup akses perputaran uangnya,” tuturnya.


Kantor camat Siberut Tengah. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

Sulitnya transportasi juga dialami pihak pegawai di Kecamatan di Siberut Tengah terkhusus yang menangani administrasi kependudukan, mereka harus membuat laporan data KK yang harus menuju Tuapeijat.

Alternatif lain yang mereka lakukan itu harus mengejar kapal ASDP yang membantu penyeberangan antar pulau yang hanya berhenti di Maileppet, Kecamatan Siberut Selatan, baru setelah itu baru melanjutkan perjalanan ke Tuapeijat.

Manuel Roxar, Kasi Pemerintahan dan Trantibum, Kantor Camat Siberut Tengah menjelaskan sejak tak beroperasinya kapal antar pulau, membuat pegawai kesulitan khususnya di daerah Saibi, Siberut Tengah dalam pengurusan atau kepentingan di Tuapeijat.

Manuel Roxar, Kasi Pemerintahan dan Trantibum, Kantor Camat Siberut Tengah. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

“Kami menyiasati saja mencari tumpangan, bisa naik boat kalau kebetulan ada yang berangkat ke Tuapeijat atau ke Siberut Selatan kami menunggu kapal antar pulau ke Tuapeijat,” jelas Roxar.

Dia bercerita jika sebelumnya kapal antar pulau setiap dua kali seminggu saja masih banyak masyarakat yang ke Tuapeijat melakukan pengurusan KTP KK dan lain sebagainya. “Nah kalau sekarang ini susah sekali disini, kalau kita melihat penumpang pada jadwal rutinnya banyak sekali penumpangnya, dan sekarang kita makin sulit, belum lagi persoalan pelabuhan yang tidak ada,” ujarnya.

Pada kegiatan luar kantor seperti ada rapat di Tuapeijat atau di daerah lain luar Saibi Samukop sering tidak diikuti karena sulitnya transportasi, jalan darat yang diharapkan belum pernah ada pembetonan masih ditutupi tanah liat.

“Untuk transportasi di Saibi ini menjadi masalah serius, karena kita dengan daerah lain itu satu-satunya yang bisa kita lewati adalah jalur laut, kemudian pelabuhan di Saibi juga belum ada, kalau ada pelabuhan otomatis perputaran ekonomi di Saibi pasti meningkat, hasil tani masyarakat tidak lagi membusuk, kemudian pasar yang sudah terbangun sampai sekarang tidak digunakan dan bersemak,” ujar Roxar.

Masyarakat di Siberut Tengah khususnya di Saibi Samukop sangat berharap bahwa harus segera ada pembangunan dermaga. “Karena itu kebutuhan yang sangat bisa memajukan perekonomian masyarakat, dapat mengangkut hasil bumi masyarakat, kemudian distribusi hasil bumi masyarakat terutama pisang di sini sangat banyak, perlu perhatian pemerintah daerah dan pusat,” kata Roxar.

Melki Sanene, tokoh masyarakat Desa Saibi Samukop. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

Kemudian ditegaskan Melki Sanene, tokoh masyarakat Saibi Samukop berharap pemerintah daerah harus melihat akses transportasi laut, jalan darat dan kebutuhan dermaga di di Saibi Samukop harus menjadi prioritas pembangunan.

Menurutnya dari banyak kecamatan di Mentawai, hanya di Saibi Samukop yang belum ada dermaga, dan sepanjang pembenahan jalan, akses transportasi laut kemudian dermaga pembangunan dan peningkatan ekonomi di Saibi tidak akan maju dan berkembang.

“Kalau akses transportasi lancar semua pengurusan lancar, ekonomi juga lancar, dampak di ekonomi  juga da kalau kita bawa buah-buahan kita jual di kabupaten dapat meningkatkan perekonomian. Jadi ukuran kemajuan daerah itu dasarnya terpenuhinya akses transportasi, komunikasi, dan kebutuhan dasar lain yang harus terpenuhi,” ujar Melki.

Karena apa pun kita urus, tanpa transportasi tidak bisa, karena biaya kita yang mayoritas laut itu sangat mahal, jangan kan dulu carter boat boat pribadi kita juga kita pasti hitung-hitung juga untuk biaya. Kita mayoritas di Saibi ini hanya jalur laut, jalan darat juga belum ada yang bisa diakses satu-satunya yang kita tempuh adalah laut, ini pertanyaan besar kita apakah pemerintah tidak melihat kebutuhan di Saibi Samukop.


Kapal antar pulau berlabuh di depan laut. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

“Ini yang dirasakan semua masyarakat di Saibi, jalan lain tidak ada, mungkinkan kita bisa mendayung sampan ke Tuapeijat, mestinya dalam kondisi ini pemerintah juga bisa hadir membantu kebutuhan dasar masyarakat seperti ini,” kata Melki.

Dia juga menyinggung soal pelabuhan di Saibi, kata dia pemerintah desa juga harus bisa melihat bagaimana kehidupan masyarakat, diusulkan dari bawah, karena Desa Saibi itu pusat Kecamatan Siberut Tengah.

Menurut Melki, kalau ada pelabuhan hasil bumi masyarakat juga terbantu di berbagai sektor, nilai ekonomi di pelabuhan itu ada, kita lihat daerah, kelapa, pisang bisa langsung dijual ke Padang, atau ke daerah lain.

“Ada dermaga ada peluang membuka perekonomian masyarakat,  pisang tidak sia-sia, tidak membusuk di batangnya, ada nilai ekonominya, bisa menjual bumi lebih gampang, di Sikabaluan, Sikakap, bertruk-truk bawa pisang.

Saibi bukan tidak ada potensi, tetapi membawa pisang 200 tandan itu berapa biaya ongkosnya ke Siberut dan belum tentu dapat keuntungan. Kita tidak miskin tetapi semua pendistribusian hasil bumi masyarakat mau dikemanakan,” ujar Melki.

Bersambung >>>

Pj Bupati Mentawai Menjawab Persoalan Transportasi di Saibi


 


BACA JUGA