PADANG-Sulitnya transportasi di Desa Saibi Samuko, Kecamatan Siberut Tengah, Kabupaten Kepualaun Mentawai berdampak harga hasil bumi seperti pisang, pinang, kelapa, hanya ditentukan oleh para pengepul seperti pedagang dengan harga yang sangat jauh lebih murah sehingga tidak dapat mendongkrak peningkatan ekonomi masyarakat. Tak hanya itu hasil jual ikan para nelayan di Saibi Samukop juga ditentukan para pengepul yang datang dari daerah lain dengan harga murah.
Saibi Samukop mayoritas masih mengandalkan transportasi laut, namun kapal regular tidak setiap waktu dapat berlabuh di Saibi Samukop, perahu motor atau boat diperhitungkan dapat menghabiskan biaya lebih besar. Tak hanya itu akses orang keluar masuk melalui darat dan laut juga masih dirasa sulit sehingga peningkatan perekonomian masyarakat di Saibi Samukop tersolasi di tempat.
Perahu mesin sebagai alat transportasi yang digunakan di Saibi. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
Dampak lain juga pada layanan kesehatan, layanan pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk) warga di Desa Saibi Samukop. Ada Sebagian masyarakat yang kini masih terkedala pengurusan administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP) juga pengurusan layanan jaminan kesehatan (BPJS). Pengurusan adminduk tersebut harus diselesaikan di pusat ibu kota kabupaten di Tuapeijat.
Layanan kapal antar pulau milik Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak lagi melayani secara rutin di Saibi Samukop dan daerah lain. Layanan antar pulau kini sudah dibatasi sekali sepekan, namun masih juga kadang terkendala karena BBM dan alasan regulasi lain yang menghambat perjalanan kapal selain kondisi cuaca.
Penumpang naik kapal dari tengah laut karena tak ada pelabuhan. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
Kondisi ini turut dirasakan, misalnya salah satu pusat layanan kesehatan di Siberut Tengah, yang berada di Desa Saibi Samukop. Beberapa bulan di tahun 2022 layanan kapal antar pulau yang salah satunya di andalkan di Saibi Samukop sempat terhenti selama 4 bulan atau tepatnya pada masa libur hari raya idul fitri.
Alasan tak jalannya kapal pada waktu itu, karena regulasi penggunaan BBM subsidi dimana kapal milik pemerintah tidak lagi diperbolehkan menggunakan BBM subsidi dan diwajibkan menggunakan BBM industri. Kemudian kebijakan lain yang menghambat adalah soal wewenang pengelolaan kapal milik Pemda yang mewajibkan pengelolaannya diserahkan ke pihak ketiga.
Kondisi ini kemudian semakin memperparah akses di Saibi Samukop yang hanya mengandalkan jalur laut dari seluruh kepentingan kepengurusan administrasi kependudukan, layanan kesehatan dan perputaran ekonomi masyarakat yang menjual hasil bumi dan ternaknya keluar daerah Saibi Samukop.
August Tonggiat, salah satu masyarakat di Saibi Samukop. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
August Tonggiat, salah satu masyarakat di Saibi Samukop menjelaskan sejak kapal tidak jalan, banyak dampak yang dialami masyarakat ketika ada kepentingan bepergian ke Tuapeijat atau urusan lain ke luar daerah Saibi, misal ke Sikabaluan, dan juga terkendala pengiriman kebutuhan anak sekolah.
“Kami mau kirim barang kepada anak sekolah jadi terkendala, ada juga warga kita dia mau pergi ke Tuapeijat dengan urusan penting dan dia harus segera berangkat terpaksa dia harus lewat Padang dan dia harus banyak menghabiskan biaya di Padang, kemudian dari Padang ke Tuapeijat juga tidak secara langsung, mesti menunggu 1 hari baru kemudian ada kapal rutin lagi ke Tuapeijat,” katanya, beberapa waktu lalu.
Lalu dia juga menjelaskan soal perlu segera adanya Pelabuhan kapal besar di Saibi Samukop, hal itu dia sebut penting dengan adanya Pelabuhan juga semua akses akan lancar, tidak lagi bertransaksi di tengah laut, dan ekonomi masyarakat juga akan mengalami peningkatan dari hasil bumi yang selama ini tidak terjual ke luar Saibi.
“Kita di sini belum ada tanda-tanda baik sama sekali dari sisi ekonomi, pelabuhan itu selama ini belum ada sampai sekarang, dan juga sudah beberapa kali di Musrembang juga selalu diusulkan tetapi juga sampai sekarang belum ada, ada jadwal kapal masuk tetapi tidak ada Pelabuhan, ini sudah berapa lama Kecamatan Siberut Tengah terbentuk, sudah pernah ada anggota legislatif dari Saibi tetapi tidak bisa juga ada pelabuhan,” katanya.
Hamparan kebun pisang warga Saibi Samukop. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
Kondisi saat ini kata dia ketika ada kapal antar pulau melayani di Saibi juga masih susah, karena harus menurunkan dan menaikkan penumpang di tengah laut. “Itu juga kwatir, kadang ombaknya besar menurunkan penumpang juga susah apalagi misalnya ada pasien yang sakit, kalau kita lihat soal akses transportasi dan juga pelabuhan belum ada apa-apanya, ini yang kami alami di Saibi,” ujar Tonggiat
Saibi Samukop meski banyak putra daerahnya yang sudah pernah duduk di legislatif juga menjadi pemimpin wilayah namun percepatan pembangunan belum maksimal dilakukan hingga kini.
Dia berharap kepada Pemda Mentawai dan anggota DPRD Mentawai dapat mendorong agar kapal antar pulau dibenahi, supaya masyarakat tidak susah bepergian dengan mudah dan tidak banyak mengeluarkan biaya, kemudian dermaga kapal untuk segera dibangun sehingga akses kita lancar, jangan sudah susah disusahkan lagi,” katanya.
Kemudian Lukpin Jalismar Sakatsilak, warga Saibi Samukop salah satu warga dari banyak warga yang mengalami pengalaman saat tak beroperasinya kapal antar pulau, dia menceritakan bahwa pernah terjadi pada anaknya yang kehilangan kesempatan mengurus persyaratan masuk di perguruan tinggi dimana pada saat itu anaknya sedang berada di Tuapeijat dan meminta agar anaknya harus ke Saibi Samukop menyiapkan persyaratan kuliah, namun akibat tak ada transportasi kesempatan itu hilang.
Lukpin Jalismar Sakatsilak (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
“Saya mengalami itu anak saya sendiri pada waktu itu tidak bisa ke Saibi, beberapa kali saya telepon waktu itu untuk bisa datang ke Saibi, rencana mau berangkat ke Jakarta untuk kuliah dan memintanya untuk menyelesaikan persyaratan untuk masuk kampus seperti ijazah dan karena kendala transportasi dia tidak bisa datang ke Saibi, terpaksa dia tidak bisa melanjutkan kuliah ke Jakarta, akhirnya dia kehilangan kesempatan masuk perguruan tinggi,” ujar Lukpin Selasa, (23/8/2022).
Tak hanya itu persoalan lain juga banyak masyarakat lain yang memiliki hewan ternak seperti babi untuk keperluan persat yang biasanya dijual dan dikirim ke Tuapeijat tidak bisa lagi karena terkendala akses transportasi. “Kalau lewat boat kan tidak bisa karena tidak muat dan juga susah kalau melalui boat belum lagi pakai boat besar biayanya. Hasil ternak yang tidak terjual dampaknya perputaran ekonomi masyarakat di situ tidak jalan, tertutup akses perputaran uangnya,” ujarnya.
“Transportasi itu, lanjut dia, kebutuhan kita yang paling penting, karena kebutuhan kita itu dan tidak sama dengan sekarang dan duulu, kalau dulu tidak begitu sering mobilitas kita paling sesekali saja, kalau sekarang itu anak sekolah, masyarakat itu sudah banyak kepentingannya, soal pengurusan KTP, KK, diharuskan kita mengurusnya di Tuapeijat,” kata Lukpin.
Soal dermaga dia kritik dimana beberapa anggota DPRD Mentawai asal Saibi Samukop sudah pernah terpilih namun sampai saat ini belum pernah ada pembangunan dermaga di Saibi Samukop. “Soal pembangunan dermaga di Saibi sampai saat ini belum dibangun, sudah berapa anggota dewan, kemudian periode Bupati sampai sekarang tidak ada pembangunan, padahal itu sangat penting sekali,” ujarnya.
Perahu pompong dipakai warga untuk akses antar daerah. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
Dia menceritakan awal dimulainya pembangunan tower alat komunikasi di Saibi Samukop sangat sudah karena pembongkaran alat tower dilakukan di tengah laut di atas boat yang digandeng. Menurutnya jika dermaga ada proses pembongkaran pasti akan sangat mudah seperti di pelabuhan lain misalnya di Maileppet, Sikabaluan dan daerah lain yang sudah menikmati adanya dermaga.
“Sekarang sepanjang dermaga tidak ada pasti sangat susah, dan susahnya itu pada saat gelombang besar, kalau alat itu jatuh kita yang menggantinya, caranya waktu itu kita lakukan pembongkaran muatan besok kita ikat sampan tiga dirapatkan kemudian baru diturunkan dari atas kapal,” kata Lukpin.
“Pernah juga, lanjutnya, saya bongkar barang, kita bongkar barang masukkan dalam boat, kadang ada barang yang rusak, pecah, basah karena susahnya belum ada dermaga, belum lagi saat hujan pasti banyak yang basah dan uang buruh kami yang dipotong, itulah resiko kami di Saibi tidak ada dermaga,” ujarnya.
Jika ada dermaga di Saibi menurutnya akan sangat gampang mendistribusikan sesuatu, pengiriman hasil bumi, kemudian perekonomian masyarakat juga pasti akan maju.
“Keuntungannya kalau ada dermaga masyarakat bisa jual pisang, ke luar Saibi, dan itu pasti sangat laku, nah itu kan sangat terbantu ekonomi kita. Keladi, pisang dijual ketika masuk kapal itu pasti habis seperti di Tuapeijat, hasil bumi kita yang ada di sini juga bisa keluar ke Padang, bukan tidak ada potensi hasil bumi kita tetapi karena tidak ada pelabuhan tidak terjadi perputaran ekonomi,” kata Lukpin.
Warga Saibi mengupas kelapa untuk dijadikana kopra. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)
Banyak potensi hasil bumi di Saibi Samukop namun karena tidak dapat dijual ke luar Saibi sehingga kata dia tidak mendapatkan uang. “Hasil kebun di Saibi itu yang paling banyak kuini, kadang habis membusuk di batangnya saja, karena tidak menjadi sumber uang, misalnya ada kapal, ada pelabuhan kita bisa jualnya ke Padang atau ke Tuapeijat, kita juga coba menjual mangga, rambutan di pinggir jalan kadang laku, kadang juga tidak, tetapi kalau kita jual ke luar daerah ya pasti dampak ekonominya tinggi, misalnya hari ini kapal masuk kita sudah siapkan, itu keuntungannya ketika terjamin kelancaran transportasi, dan dermaga,” katanya.
Sebenarnya kata dia usulan pembangunan dermaga sering diusulkan pada musrenbang, namun sampai hari ini belum ada tindakan pembangunan. “Harapan kami dermaga di Saibi secepatnyalah dibangun, kalau daerah lain bisa dibangun kenapa kita di Saibi tidak bisa dibangun, saya juga heran setiap ada Musrembang dermaga ini selalu diusulkan, itu tahun 2018 itu sudah pernah diusulkan, tetapi sampai sekarang belum ada tanda dibangunnya dermaga di Saibi,” kata Lukpin.
Bersambung >>>
Minim Akses dan Tak Ada Pelabuhan Menambah Derita Warga Saibi