Akses Tranportasi Minim Membuat Saibi Terisolasi 

Akses Tranportasi Minim Membuat Saibi Terisolasi  Gapura di Desa Saibi Samukop, Kecamatan Siberut Tengah. (Foto: Patrisius Sanene/Mentawaikita.com)

SAIBI-Permasalahan akses transportasi darat dan laut di daerah Saibi Samukop, Kecamatan Siberut Tengah hingga kini masih menjadi persoalan utama, banyak hasil bumi masyarakat seperti pisang yang kini sudah memiliki nilai jual beli belum bisa keluar untuk diperjualbelikan ke luar Saibi Samukop. 

Jalan darat yang disebut jalan trans Mentawai yang telah dibuka beberapa tahun yang lalu menghubungkan Saibi-Maileppet belum dapat dilalui karena belum dilakukukan pembetonan, sehingga pilihan akses yang diandalkan masyarakat hanya jalur laut  dengan boat atau kapal antar pulau.


Kepala Puskemas Saibi, Lola Gusmawati (Foto: Patrisius Sanene)

Kepala Puskesmas Saibi, Lola Gusmawati, mengalami kendala akses transportasi yang cukup susah di Saibi Samukop, pihaknya tak hanya persoalan rutin atau tidaknya kapal yang masuk di Saibi Samukop tetapi ada hal lain lebih penting dia sebut terkait dengan belum adanya dermaga di Saibi Samukop sehingga sulit pada saat ada pasien yang dirujuk ke Tuapeijat atau pun ke Padang.

“Kita di Desa Saibi Samukop salah satu akses yang kita andalkan adalah antar pulau, karena kalau kita melalui kecamatan Siberut Selatan itu sulit sekali dan biaya yang kita keluarkan sangat mahal, dan kita belum terhubung akses darat, kalau tidak ada kapal antar pulau akan terputus segala akses kita ke Tuapeijat sebagai pusat ibu kota kabupaten.” kata Lola, beberapa waktu lalu.

Lola menjelaskan dampak ini juga banyaknya masyarakat yang berobat ke Puskesmas tak dapat menunjukkan kartu BPJS kesehatan, dan kondisi itu dia maklumi karena memang pengurusan jaminan kesehatan yang disediakan pemerintah hanya dapat diakses di pusat ibu kota kabupaten di Tuapeijat.

“Kalau ada pasien yang tidak menggunakan BPJS, kami siasati anjurkan menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan desa, kecamatan. Kemudian kalau itu ibu melahirkan dan dia ada jampersal ada atau tidak BPJS tetap kami rujuk,” ujar Lola.


Tak ada pelabuhan, warga Saibi naik dan turun dari kapal antar pulau di tengah laut. (Foto: Patrisius Sanene)

Lola menceritakan pengalaman selama kapal tidak jalan, ketika menghadapi atau ada pasien yang dirujuk darurat yang harus dirujuk ke Padang cara yang dilakukan dengan mengejar kapal cepat di Siberut Selatan yang ada jadwal langsung ke Padang. “Itu solusi yang dapat kami lakukan jika pasien dirujuk ke Padang itu kami bawa pasien dulu ke Kecamatan Siberut Selatan yang rutin jadwal Padang karena di sini kan tidak ada kapal yang langsung ke Padang,” kata Lola.

Lola menceritakan, jika pasien dirujuk ke Rumah Sakit Pratama di Maileppet belum dapat dilakukan karena kondisi fasilitas rumah sakit tersebut belum lengkap. “Jika ada pasien darurat kita rujuknya ke Padang, kalau ke Rumah Sakit Pratama Siberut, fasilitasnya belum lengkap, tapi kalau kita rujuk ke Tuapeijat kita menggunakan boat,” kata Lola.

Lola bersama tim medis pernah merujuk pasien antar pulau pada saat kondisi hujan dan badai ke kapal antar pulau. Hingga saat ini jika menaikkan dan menurunkan penumpang kapal antar pulau di Saibi Samukop hanya dapat dilakukan di tengah laut karena belum ada dermaga.

Kondisi Saibi Samukop yang tidak ada dermaga memiliki resiko tinggi ketika akan merujuk pasien di tengah laut dengan kondisi badai, hujan terutama seperti pasien kecelakaan, patah tulang diperlukan kehati-hatian dalam menggotong pasien.


Kapal Mentawai Fast yang tidak melayani rute Saibi. (Foto Patrisius Sanene)

Dia menjelaskan sulitnya akses transportasi di Saibi Samukop menuju Tuapeijat terpaksa harus lewat Padang mengejar kapal cepat tujuan Padang menuju Tuapeijat, dan konsekwensinya harus mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar dari kapal antar pulau.

 “Saya pernah mengalaminya, ketika ada kegiatan di Tuapeijat itu harus lewat Padang itu juga biayanya sangat mahal tiket saja sudah Rp500 ribu sekali jalan ke Tuapeijat, belum lagi balik mengeluarkan biaya lagi senilai Rp500 ribu, biaya makan, penginapan di Padang padahal urusannya bisa saja tidak terlalu mahal,” kata Lola.

Kemudian ketersediaan BBM di Puskesmas Saibi Samukop belum ada, kondisi ini juga mempersulit, ketika merujuk pasien dan tidak ada BBM. Diharapkanya mestinya itu menjadi kebutuhan yang sangat urgen dan harus tersedia. “Jadi kalau bisa sediakanlah di Puskesmas itu untuk BBM yang emergency, ini mengantisipasi ketika BBM langka, dan kondisi ketika BBM tidak ada dan kondisi darurat itu sudah saya rasakan,” ujar Lola.

“Harapan saya untuk kelancaran transportasi dan pelayanan kami, kami harapkan adanya pelabuhan di Saibi Samukop, karena kalau pelabuhan ada itu berarti kami bisa menggunakan ambulan untuk membawa pasien, kalau selama ini kita bawa pasien itu menggunakan becak,  kemudian seperti jalan kita juga kan masih belum bagus banyak yang berlobang dan tidak memadai, kami berharap pemerintah lebih perhatikan lagi akses jalan untuk pelayanan kesehatan ini,” ujar Lola.

-Bersambung-

Minim Akes di Saibi, Tengkulak Bermain Harga 





BACA JUGA