PADANG-Aliansi Mentawai Bersatu (AMB) yang terdiri dari belasan organisasi dan lembaga menuding DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai ingkar janji atas kesepakatan untuk menjadi pemohon dalam judicial review (JR) di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengguggat Undang-Undang No.17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat yang dinilai diskriminatif.
Pernyataan itu diunggah di beberapa platform media sosial mulai dari facebook, instagram, whatapps tersebar baik itu per orang sebagai anggota AMB maupun atas nama organisasi. Salah satu komentar terbanyak itu ada dalam media sosial milik akun Forum Mahasiswa Mentawai Sumatera Barat (Formma Sumbar).
Akun itu mengunggah pernyataan AMB itu sekira Jumat (16/9/2022) sekira pukul 20.13 WIB, sampai pukul pada 17 September 2022 sekira pukul 18.09 telah menarik emoji 152 pengunjung dan mengomentari 180 pengunjung serta telah membagikan 21 kali, hal yang sama diunggah di instagram Formma Sumbar namun pengunjungnya lebih sedikit.
Ketua AMB Yosafat Saumanuk membenarkan bahwa hal itu adalah pernyataan resmi dari hasil pembicaraan beberapa anggota aliansi. Dia menjelaskan pada Senin (5/9/2022)
AMB telah melakukan Audiensi di Kantor DPRD Kabupaten Kepulauan Mentawai, terkait Undang-Undang No.17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat.
“UU tersebut dinilai tidak ada pengakuan adat dan budaya Masyarakat Mentawai, padahal Masyarakat Mentawai bukanlah penumpang di Sumatera Barat, Masyarakat Mentawai adalah bagian dari Sumatera Barat, namun dalam UU tersebut tidak disebutkan sama sekali karakteristik masyarakat Mentawai yang memiliki budaya yang berbeda dengan masyarakat Minangkabau,” katanya.
Kata Yosafat, kami masyarakat Mentawai merasa kecewa dan terdiskriminasi oleh UU tersebut yang telah ditetapkan dan ditandatangani Presiden RI. “Kami masyarakat Mentawai ingin budaya kami diakui termasuk adat-istiadat kami sebagai salah satu kabupaten yang ada di Sumatera Barat,” ujarnya.
AMB kemudian meminta dan mendorong DPRD Mentawai menjadi pemohon dalam uji materiil UU No. 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat di MK. “Kami masih yakin dan percaya bapak-bapak DPRD Mentawai sebagai perwakilan suara-suara rakyat, sebagai perpanjangan tangan masyarakat Mentawai,” ujarnya.
Kata Yosafat, hasil audiensi tersebut DPRD Mentawai yang terhormat sepakat setuju menjadi pemohon dalam judicial review di MK dan kesepakatan tersebut tertera di atas kertas hitam putih yang ditanda tangani, distempel langsung DPRD Mentawai. “Kami Aliansi Mentawai Bersatu merasa senang dengan hasil kesepakatan tersebut, yang artinya DPRD Mentawai masih teguh dan agung menjadi wakil rakyat,” ujarnya.
Namun, sebelas hari berlalu tertanggal kesepakatan terjadi, ternyata DPRD Mentawai tidak menjalankan kesepakatan itu. DPRD Mentawai tidak bersedia menjadi pemohon uji materiil di MK. AMB menilai pernyataan persetujuan serta kesepakan tersebut hanya omong kosong DPRD Mentawai.
Salah satu anggota DPRD Mentawai Maru Saerejen dengan nama akunnya Maru Saerejen Justicia memberikan berkomentar dalam diskusi alot tersebut. Dalam tulisannya tersebut mempertanyakan apa yang DPRD bohongi mahasiswa dan AMB?.
Menurutnya perlu dipahami, AMB mendatangangi DPRD untuk minta audiensi dikala agenda rapat Bamus selanjutnya rapat paripurna nota APBD 2023 dan nota penyampaian ranperda inisiatif.
“Namun demikian pada saat itu kami sebagian anggota DPRD yang ada pada saat itu menyempatkan diri melayani diskusi mereka kemudian menampung aspirasinya dan memberi beberapa catatan tentang perumusan hal-hal ke MK dan kemudian menyodorkan pernyataan dukungan ke AMB untuk di tandatangangi oleh anggota dewan pada masa itu kemudian selesailah, dan setelah itu DPRD melanjutkan rapat Bamus, paripurna dan nota APBD hingga pembahasan APBD perubahan yang barusan ditetapkan pada hari Kamis lalu melalui rapat paripurna pula,” tulisnya.
Lanjut Maru, selama dua minggu setelah audiensi tersebut belum ada jeda DPRD kecuali uji petik 4 hari untuk mengecek dan membuktikan beberapa progres kinerja OPD sebagai modal kami DPRD membahas dan menyetujui bilamana ada usulan pergeseran atau penambahan anggaran pada APBDP agar kami DPRD juga tidak sekadar menyetujui laporan-laporan OPD seperti belajar pada APBD 2020 (swakelola) yang sampai kini jadi persoalan.
“Tahapan sejak dua minggu lalu tepatnya pas kehadiran para bos-bos kita yang minta audiensi tersebut menjadi suatu keharusan bagi kami DPRD untuk melaksanakannya sesuai dengan Permendagri No. 27 tahun 2021. Artinya sesuai dengan tahapan dan agenda kerja DPRD sejak audiensi tersebut kami masih melaksanakan kegiatan rapat (boleh dicek risalah) Nota APBD dan Nota Ranperda inisiatif hingga APBDP kecuali ada 4 hari uji petik dalam tenggang waktu tersebut,” katanya secara tertulis.
Namun, tulis Maru, dalam masa itu kami sudah dapat info dan membaca beberapa kontens beberapa media maupun media sosial baik FB maupun Ig bahwa sudah ada setidaknya 4-5 orang prinsipal yang mengatasnamakan warga Mentawai di Jakarta mendaftarkan gugatan JR ke MK tanpa koordinasi akan tetapi tentunya kita apresiasi walaupun kami DPRD belum bisa bergerak karna masih terikat dengan agenda kedewanan yang lain yang juga sama-sama urgent. “Lantas tiba-tiba kedua foto bos-bos kita di medsos itu sudah memviralkan bahwasanya kami DPRD ini pembohong, hoax, dan lain-lain,” ujarnya.
Namun ketika dihubungi Maru Saerejen tidak memberikan respon ulang, begitu juga dengan Ketua DPRD Mentawai Yosep Sarogdok tidak aktif.