PADANG-Beberapa warga Mentawai bersama pengacara mengajukan permohonan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) tentang UU No 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat, pada Kamis (8/9/2022) dengan kuasa hukum Marhel Saogo. Sementara sebagai pemohon yang mengajukan JR adalah Dedi Juliasman Sikatsila, Dicky Christopher dan Wahyu Setiadi dan Basilius Naijiu.
“Kita sudah mendaftarkan JR ke MK, kemarin isu kita sama dengan kawan AMB (Aliansi Mentawai Bersatu) bahwa di pasal 5 huruf C itu adalah tidak mengakomodir etnis suku Mentawai tapi pada intinya kenapa kita daftarkan secepat itu, karena kemarin itu waktu terakhir,” kata Dedi Juliasman Sikatsila, Jumat (9/9/2022)
Lanjut Dedi putra dari Saibi Samukop, Kecamatan Siberut Tengah, kemarin itu hari terakhir Undang-undang disahkan setelah diundangkan 45 hari. “Makanya bersama dengan tim Rinto serta kawan-kawan mahasiswa Mentawai di Jakarta (IMMJ) kita daftarkan permohonan dan seluruh bukti-bukti sudah kita lengkapi tinggal menunggu jadwal sidang dari MK,” terangnya.
Dedi menjelaskan pendaftaran itu merupakan hari terakhir melakukan uji formil, sedangkan isu yang diangkat itu adalah meminta MK untuk membuat sebuah keputusan pengecualian etnis Mentawai.
“Dalam gugatan kami setelah diskusi dengan pakar hukum UU yang sudah disahkan itu bisa dibatalkan, dicabut, dikurangi. Jadi solusi yaitu kita menuntut agar di MK itu ada putusan khusus yang berbunyi bahwa UU pasal 5 huruf C itu dikecualikan etnis suku mentawai, silahkan dipakai di Sumatera Barat selama itu tidak berlaku untuk suku Mentawai,” ujarnya.
Lanjut Dedi, yang kita tuntut itu putusan dari MK kemudian putusan itu dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah jadi acuan UU Sumatera Barat yaitu peraturan pemerintah silahkan pemerintah lain menggunakan UU itu tapi kita Mentawai itu tidak terikat karena ada putusan MK. “Itu yang kita harapkan jadi tidak ribet itu karena menurut pakar hukum mengubah atau membatalkan, di MK ini hanya bisa membatalkan dan mencabut tidak bisa ditambah atau dikurangi jadi untuk membatalkan dan mencabut itu butuh waktu minimal 2 sampai 5 tahun jadi itu butuh waktu yang sangat lama,” ucapnya.
Dedi juga mengatakan, jadi langkah terbaik putusan khusus termasuk dimasukkan dalam keputusan pemerintah. “Sebenarnya tujuan kita sama hanya saja waktu kita mepet, mau tidak mau kita harus bergerak, kita memediasi dan memediator dari padang atau dari masyarakat kita,” terangnya.
Aksi Aliansi Mentawai Bersatu demo di depan kantor Gubernur Sumbar
Sementara Aliansi Mentawai Bersatu (AMB) mendukung apa yang dilakukan teman-teman melakukan JR formill di MK. “Karena kita juga masyarakat Mentawai berhak untuk melakukan permohonan uji formil ke MK, sambil menunggu hasil uji formil kami juga menyiapkan untuk uji materil,” kata Ketua AMB Yosafat Saumanuk.
Karena menurut Safat, uji materiil akan membutuhkan persiapan yang matang. “Kita sudah melakukan koordinasi dengan DPRD Mentawai untuk menjadi pemohon uji materiil, dan mereka menyanggupinya,” ujarnya.
Karena DPRD mentawai memiliki kedudukan hukum pemohon (legal standing) sebagai lembaga negara sesuai yang tercantum dalam hukum acara MK.
Mengenai persiapan untuk uji materil ke MK, DPRD Mentawai sudah siap, namun AMB akan tetap melakukan koordinasi termasuk memantau perkembangan hasil pembicaran internal DPRD Mentawai.
Selanjut AMB juga akan melakukan konsolidasi dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah (AMANDA) Mentawai, Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang serta teman-teman AMB yang bergabung. “Intinya perjuangan kita adalah diakuinya kebudayaan suku Mentawai dalam UU No.17 Tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat. Apakah itu uji formil atau uji materiil. Langkah-langkah itu dilakukan untuk memperjelas kedudukan etnis Mentawai dan budayanya dalam UU tersebut,” pungkasnya.