Bawaslu Mentawai Sosialisasikan Penanganan Pelanggaran Jelang Pemilu 2024

Bawaslu Mentawai Sosialisasikan Penanganan Pelanggaran Jelang Pemilu 2024 Rakor penanganan pelanggaran pemilu serentak 2024 yang dilaksanakan Bawaslu Mentawai. (Foto: Patris/Mentawaikita.com)

TUAPEIJAT-Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Mentawai melaksanakan Rapat Koordinasi Penanganan  Pelanggaran jelang Pemilihan Umum serentak pada 2024 di Sekretariat Bawaslu Mentawai Kilometer 7, pada Rabu, (20/4/2022).

Rakor tersebut mengundang instansi terkait langsung seperti KPU Kabupaten Kepulauan Mentawai, Gakkumdu, partai politik, dan media untuk mengidentifikasi pelanggaran dan mekanisme penanganan pelanggaran yang ditemukan pada pemilu yang dinilai sering rawan.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Mentawai Perius Sabaggalet berharap pada rakor tersebut peserta terutama perwakilan partai politik yang hadir dapat mensosialisasikan hasil pertemuan tersebut kepada pimpinan dan pengurus partai lainya.

“Kita berharap bahan yang dapatkan pada rakor ini disampaikan kepada pimpinan partai lainya, jangan sampai hasil pertemuan ini habis di sini saja,” ujar Perius membuka rakor.

Komisioner Bawaslu, Sunarno yang menjadi pemateri dalam rakor penanganan pelanggaran pemilu menjelaskan bahwa pada pelaksanaan pemilu serentak 2024 akan digunakan dua aturan penanganan pelanggaran pemilu yakni UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, UU Nomor 10 Nomor 2016 untuk Pilkada.

Kata Sunarno, masing-masing mempunyai aturan yang mengatur berbeda terkait dengan penanganan pelanggaran pemilu dan pilkada. Pada pemilihan kepala daerah menggunakan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 dimana yang berhak melapor adalah warga yang memiliki hak pilih khusus di wilayah pelaksanaan Pilkada, sedangkan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, seluruh warga negara yang mempunyai hak pilih dapat menyampaikan laporan pelanggaran.  “Ini jangan sampai salah paham,” ujar Sunarno.

Untuk ketentuan pidana UU Nomor 10 2016 dapat dikenakan pada pemberi dan penerima, pada Undang-undang ini ketentuan pidana ini ada ketentuan pidana minimal dan pidana maksimal, sedangkan pada UU Nomor 7 tahun 2017 ketentuan maksimal yang digunakan ketentuan minimalnya tidak ada.

“Kami berharap kepada partai politik dapat memberikan pendidikan politik yang bagus kepada masyarakat sehingga ini tidak akan terjadi,” jelas Sunarno.

Jenis pelanggaran dalam dua aturan tersebut yakni pelanggaran administrasi, tata tertib, pidana pemilu, kemudian sumber pelanggaran berasal dari laporan yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada pengawas pemilu.

Dijelaskan Sunarno bahwa laporan yang disampaikan secara langsung dapat melengkapi bukti-bukti formil dan materil terpenuhi, sedangkan laporan tidak langsung bisa melalui pesan elektronik, email, sms yang ditujukan kepada dan juga harus melengkapi syarat formil dan materil.

Laporan pelanggaran pemilu yang disampaikan pelapor paling lambat 7 hari dari sejak terjadinya pelanggaran, apabila dalam laporan terpenuhi syarat formil dan materil maka bawaslu akan bisa dijadikan informasi awal dan akan melakukan proses investigasi menemukan bukti lain, pendukung sehingga bisa dijadikan sebuah temuan.

 

BACA JUGA