MADOBAG-Sanggar Manai Simaeruk Binaan Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai di Desa Madobag Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai mengajarkan 50 anak anak sanggar mengenal obat obatan tradisional Mentawai yang ada di sekitar lingkungan rumah
"Jadi untuk kegiatan sanggar saat ini kita akan lakukan teori dulu mengenal obat-obatan tradisional Mentawai khususnya yang ada di Desa Madobag,yang diikuti sebanyak 50 siswa baik kelas 2 SD 07 Madobag dan siswa kelas 3 SMPN 1 Siberut Selatan, setelah belajar teori yang diajarkan oleh guru sanggar, dilanjutkan praktek di lingkungan balai Dusun yang dijadikan sebagai tempat belajar sementara," kata Raimundus Saruruk Pendamping Komunitas Binaan Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai kepada Mentawaikita.com, Selasa (16/11/2021).
Selain teori siswa juga akan berperan penting untuk menjelaskan kepada guru sanggar guru sanggar nama daun, kegunaan dan proses pembuatannya, misalkan daun sirih (talingengngeng) apa fungsinya dan proses pembuatannya seperti apa. “Jadi kita lihat masih banyak siswa yang tidak mengetahui kegunaan daun tersebut dan tidak tahu apa fungsinya maka lewat sanggar guru guru sanggar akan mengajarkan mereka apa manfaat dan mempraktekkannya di hutan,” katanya.
Raimundus menambahkan saat ini di Desa Madobag ada 3 sanggar yakni, sanggar Dusun Ugai, Buttui dan sanggar Desa Madobag, ketiga sanggar itu aktif semuanya jadi. “Kegiatan sanggar juga tidak hanya pengenalan budaya tetapi juga kalau ada acara pemerintah dan yang lainnya siapapun bisa dikomunikasikan dengan sanggar,"kata Raimundus saruruk.
Selain mengenali obat obatan siswa juga akan diajarkan mengenali uma Mentawai dan isinya jadi mereka harus tahu apa isi di dalamnya mulai dari luar hingga di dalam uma, sehingga siswa tidak hanya mengenal ima saja secara umum dan memahami apa maknanya dan proses pembuatan Uma.
Guru Manai Simaeruk Desa Madobag, Martinus Loman mengatakan, salah satu yang diajarkan kepada siswa itu mengenali budaya Mentawai yakni, mengenal daun daun obat tradisional, kegunaan dan proses pembuatannya. “Obat-obatan ada disekitar lingkungan kita, maka siswa harus mengenalnya, jadi pelajaran ini kami sesuaikan kurikulum pelajaran Budaya Mentawai (Bumen) untuk siswa anak anak SD dan SMP yang kami ajarkan semester 2,” katanya.
Lanjut Martinus, saat mengajari anak-anak ini rupanya masih banyak siswa yang tidak mengetahui tentang budaya Mentawai dan obat obatan. “Setelah kami mengajarkan barulah sedikit ada perubahan masalah pendidikan budaya Mentawai, dulu masih kurang pengetahuan tentang budaya Mentawai,kami akan mengajarkan siswa di sanggar satu Minggu sekali kami akan masuk setiap Sabtu," kata Martinus.
Jadi sanggar ini mensinkronkan pelajaran Bumen di sekolah-sekolah lebih banyak praktek maka di sanggar akan ada teori juga praktek lapangan untuk pengetahuan umum jadi, jika mereka masuk sekolah anak-anak terbiasa dan lebih paham. “Kami juga akan menginput data untuk keperluan Bumen di sekolah, sebab materi Bumen yang ada saat ini masih kurang,” ujarnya.
Siswa binaan sanggar Manai Simaeruk Martina Samonganuot mengatakan, sebelumnya dia tidak mengetahui bentuk dan jenis obat obatan, serta budaya Mentawai lainnya. “Sejak kami belajar di sanggar setidak kami mulai paham bentuk daun dan bagaimana menggunakannya, kami memang tidak sama dengan sikerei tetapi ketika ada orang luar bertanya kami sudah bisa menjawab serta ketika sakit kami tidak sulit lagi,” katanya
Di Desa Madobag memang saat ini adat istiadat masih kuat seperti pengobatan, pernikahan masih sangat kuat dan dilakukan oleh sikerei. “Uma juga sebagai tempat pertemuan anggota suku masih banyak, namun kami sebagai anak anak zaman sekarang mulai tak mengetahui tentang budaya Mentawai sebab kami lebih fokus pada pendidikan sekolah," katanya.