PADANG— Salah satu kunci keberhasilan dalam
menghadapi perubahan iklim adalah mengawal negara maju terutama untuk menekan
emisi karbon. Pendiri dan Direktur Environment Institute, Mahawan Karuniasa
mengatakan China, Amerika, Eropa dan India lebih dari 55 persen bertanggung
jawab terhadap total emisi karbon.
“Mengawal isu perubahan iklim perlu partisipasi semua pihak, perlu adanya
kolaborasi pentahelix antara pemerintah, media, pelaku usaha, akademisi, dan
masyarakat,” kata Mahawan dalam diskusi virtual yang digelar The Society of
Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) , Sabtu (16/10/2021).
Menurut Mahawan, Konferensi Perubahan Iklim
PBB atau COP 26 yang akan digelar
November nanti menjadi momen penting
mengawal isu perubahan iklim.
Salah satu yang harus dikawal menurut dia
seperti yang tertuang dalam Update NDC yang berisi peta jalan adaptasi
perubahan iklim sampai 2030 yaitu kebijakan NDC untuk sektor energi, secara
umum adalah kebijakan mitigasi melalui penerapan energy baru terbarukan, kedua
kebijakan utama untuk mencapai target NDC 2030 adalah pengembangan industri
hijau, ketiga kebijakan limbah, kebijakan mitigasi fokus pada pengurangan sampah
dan pengolahan sampah dan keempat kebijakan kehutanan yaitu kebijakan tata
kelola, pengelolaan hutan lestari, percepatan pembangunan hutan tanaman
industri, pemanfaatan lahan tidak produktif, konservasi dan pengelolaan gambut
dan leima, kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan produktivitas lahan
dan pemanfaatan lahan tidak produktif khusus di kawasan budidaya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Kepala
Sekretariat Bidang Program Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Ristika Putri
dalam paparannya mengatakan, pelibatan pemerintah daerah hingga level kabupaten
untuk upaya perubahan iklim dan menciptakan lingkungan lestari sangat penting.
Namun ada tantangan menuju kabupaten lestari
dari segi tata kelola, pola kerja, dan kapasitas. Dari segi tata kelola,
misalnya ada sistem yang bersifat birokratif, berada di luar kendali LTKL, dan
sulit dirombak. Dari segi pola kerja, LTKL melihat pentingnya koordinasi
sebagai upaya mendorong kabupaten yang lestari.
Sementara dari segi peningkatan kapasitas juga
penting misalnya peningkatan kapasitas di bidang digital, skill, dan pemahaman
mengenai isu keberlanjutan serta bagaimana cara menghadapi tantangan di tingkat
kabupaten.
“Untuk mendorong kabupaten lestari, maka perlu
semakin banyak pihak yang mendengungkan hal ini agar semakin banyak orang yang
relatable dari sisi pekerjaan mereka dengan isu sustainability yang ada,” ujar
Ristika.
Diskusi yang digelar SIEJ diikuti sejumlah
editor berbagai media di Indonesia baik media nasional maupun yang berbasis di
daerah. Diskusi digelar untuk mendorong media di Indonesia untuk memberikan
perhatian lebih terhadap isu perubahan iklim dan komitmen yang akan dibawa
Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2021
(COP26).
Ketua Umum SIEJ Rochimawati dalam sambutannya
mengatakan perwujudan komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca
menjadi penting bersamaan dengan rencana COP26 di Glasgow menjelang akhir tahun
ini.
“Kegiatan editor meeting merupakan kegiatan rutin untuk mendapat insight dari rekan-rekan editor dan media tentang isu lingkungan. Kami berharap kita di COP26 sudah melakukan action. Maka dari itu kita terus mengawal komitmen Indonesia pada COP26,” ujar Ochi.
Harapannya, komitmen Indonesia benar-benar
dilaksanakan dan penting bagi jurnalis untuk bisa terus membumikan isu
perubahan iklim, kata Ochi. SIEJ melihat melihat beberapa media sudah
mengangkat isu-isu terkait perubahan iklim menjelang COP26.
“SIEJ berharap rekan-rekan media bisa terus
aktif di pemberitaan lingkungan, terutama rekan-rekan media daerah. Serta
berharap apa yang dijanjikan pemerintah Indonesia ada aksinya.
Bagi SIEJ, perubahan iklim adalah isu yang
sangat serius dan komitmen penurunan emisi perlu dikawal bersama,” pungkas Ochi
yang dijadwalkan akan menghadiri konferensi internasional COP26.
Salah satu kebijakan yang telah dilakukan
Indonesia dalam penanganan perubahan iklim yaitu menetapkan peta jalan atau
road map adaptasi perubahan iklim hingga Tahun 2030, yang dituangkan dalam
Updated NDC.
Selain itu, Indonesia juga memiliki dokumen Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR) 2050 sebagai upaya aksi perubahan iklim sampai 2050.