Pemda Mentawai Usulkan Pengurangan Kawasan Hutan Jadi APL dalam Perubahan RTRW

Pemda Mentawai Usulkan Pengurangan Kawasan Hutan Jadi APL dalam Perubahan RTRW Kawasan hutan di Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai dari udara. (Foto: Dokumentasi Mentawaikita.com)

TUAPEIJAT-Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai mengusulkan sejumlah kawasan hutan di Mentawai beralih fungsi menjadi Areal Pemukiman Lain (APL). Perubahan itu diusulkan Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet saat nota pengantar atas perubahan Perda Nomor 3 tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2015-2035 kepada DPRD Mentawai, Senin, (10/8/2020).

Subtansi perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) oleh Pemda Mentawai yang saat ini sedang dibahas di DPRD Mentawai terkait dengan peruntukkan fungsi kawasan dari huntan negara (kawasan lindung, produksi atau taman nasional) diusulkan menjadi Area Penggunaan Lain (APL) atau yang bisa dikelola masyarakat.

Saat ini ruang kelola masyarakat Mentawai hanya 18 persen dari kawasan hutan yang luasnya 82 persen di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Kawasan hutan ini berstatus kawasan hutan yang dikuasai negara. Pemda Mentawai usulkan 20,89 persen dari kawasan hutan di Mentawai dialihfungsikan menjadi APL.

“Jadi itu yang kita tingkatkan tentu itu tidak bisa serta merta ketika disepakati dengan DPRD tentu harus disetujui oleh pemerintah pusat,” kata Serieli Bawamenewi, Kepala Bagian Hukum pada Sekretariat Daerah Mentawai pada Rabu, (12/8/2020).

Selain itu, pemukiman masyarakat yang berada pada kawasan taman nasional akan dikeluarkan dari kawasan hutan, zona merah dan kuning termasuk kawasan hunian tetap korban tsunami 2010 akan dikeluarkan menjadi APL, termasuk di dalamnya hutan rakyat sekira 80 ribuan hektar yang akan diusulkan.

“Termasuk juga rencana pengembangan kawasan pemukiman yang ada di empat pulau Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan, termasuk wilayah adat itu yang kita usulkan juga jadi total yang akan menjadi APL itu sekira 36 persen di Mentawai, ” kata Serieli.

Namun Serieli belum merinci wilayah adat mana yang akan masuk dalam usulan termasuk juga lokasi hutan rakyatnya. Namun wilayah adat yang sudah diakui melalui SK Pengakuan Uma tidak masuk dalam skema pengusulan.

“Kita berharap, ini segera selesai, ini tentu untuk memperlancar pembangunan karena selama ini kan kalau kita membangun tentu harus pinjam pakai kawasan jadi kalau sudah masuk APL tidak perlu lagi seperti huntap saat ini prosesnya begitu lama, kalau ini sudah selesai maka ini masih perlu disetujui oleh pemeritah pusat baru kemudian bisa dimanfaatkan,” kata Serieli.

Perubahan RTRW ini dilakukan untuk kebutuhan ruang pembangunan di Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam rangka mengejar ketertinggalan dari segi pembangunan. Juga kepentingan percepatan pembangunan infrastruktur, fasilitas umum, fasilitas sosial, lahan usaha seperti pertanian, perkebunan,pariwisata yang selama ini masih mengalami kendala karena status hutan masih hutan produksi atau hutan negara.

Status fungsi kawasan masih menjadi persoalan bagi pembangunan. Solusi yang dilalui secara perundang-udangan untuk penyelesaian dinilai tidak menjawab persoalan karena tidak efektif dan efisien dari sisi anggaran dan waktu.

Solusi pemamfaatan kawasan pada kawasam hutan tersebut ditempuh melalui proses pinjam pakai, tukar menukar dan pelepasan kawasa, proses tersebut membutuhkan waktu 2 tahun seperti pengalaman pengurusan status kawasan hunian tetap korban tsunamim 2010 hingga saat ini belum dapat sertifikat tanah.

BACA JUGA