“Pendidikan
adalah tindakan pendidik itu sendiri,” Prof.
Driyarkara, SJ.
Adagium
yang mengatakan bahwa untuk mengubah suatu bangsa secara sistematis dalam
jangka panjang entah ke arah yang lebih baik atau sebaliknya lebih buruk
ubahlah dahulu jagat pendidikannya. Di tengah wabah pandemik Covid 19 (seharusnya)
guru dapat memanfaatkan teknologi dalam merancang pembelajaran jarak jauh.
Profesionalisme
guru saat ini sedang diuji. Wabah menggiring semua aktivitas dilakukan di rumah
tidak terkecuali kegiatan belajar pun dilaksanakan rumah. Guru dituntut
menyiasati penyampaian materi agar anak didik terlayani meskipun tanpa harus
bersemuka di kelas.
Profesionalisme
guru tidak cukup hanya diukur dari sertifikasi administratif. Lebih dari pada
itu, guru adalah sosok yang mendidik dan mengarahkan, melatih, mengajar, serta
mengevaluasi siswa hingga mampu bertindak secara mandiri dan berahklak mulia.
Sosok
guru yang dimaksudkan adalah sosok guru yang tidak hanya cerdas secara akademik
tetapi juga guru yang humanis, inovatif dan transformatif yang secara terus
menerus belajar mengembangkan diri secara utuh melalui beragam pengalaman dalam
teori dan praktik pembelajaran.
Kehadiran
teknologi (semestinya) membantu guru dalam melayani para muridnya untuk belajar
di rumah. Guru kreatif akan terus menerus mencari dan mengusahakan yang terbaik
agar materi pelajaran dapat dipahami oleh muridnya. Google Class Room, Aplikasi Zoom
dan aplikasi lainnya yang memudahkan kegiatan belajar jarak jauh kiranya dapat
dimanfaatkan oleh guru.
Lantas
bagaimana dengan kondisi di daerah yang tidak ada jaringan internet? TK Santa
Theresia Sikabaluan misalnya. Para guru berkeliling untuk memberikan materi
pelajaran supaya anak-anak tetap belajar di rumah.
Salah
seorang guru di Siberut Selatan dengan tekun mendatangi murid-muridnya di rumah
satu persatu. Ia dengan telaten menjelaskan materi pelajaran kepada muridnya
agar tetap terlayani meskipun di tengah wabah yang tidak memungkinkan
persekolahan dilaksanakan dengan bersemuka di kelas.
Guru-guru
di pedalaman tidak kalah kreatif. Mereka jauh dari jangkauan teknologi dapat
memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media belajar. Mereka yang mendidik
dengan hati akan mengupayakan berbagai cara untuk meramu materi pelajaran.
Mereka patut dijadikan sebagai guru teladan di dalam masyarakat.
Mereka
merupakan sosok yang memiliki peran yang sangat penting dan mulia di tengah
masyarakat. Peran guru yang dipandang mulia oleh masyarakat juga tercermin dari
akronim kata “guru” dalam bahasa Jawa kata guru adalah digugu lan ditiru.
“Digugu” berarti hal-hal yang dikatakannya layak dipercayai oleh orang lain,
dan “ditiru” berarti hal-hal yang dilakukan layak dijadikan teladan.
Tutur
dan tindakan yang tercermin dalam setiap perilakunya merupakan hal yang patut
diteladani, untuk itulah ia disebut sebagai guru profesional.
Kalimat
pembuka Driyarkara di atas menunjukan bahwa pendidikan mengandung juga
keteladanan guru, dalam tingkah laku, bertutur, cara berpakaian, dan cara
berpikir. Lewat pengajaran, dan juga lewat sikapnya, dapat mengajarkan yang
baik dan tidak baik. Maka tidak salah jika beberapa guru diidolakan oleh
siswanya sendiri.
Hal
ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru, sebab jika ia salah mendidik
muridnya atau dalam berperilaku maka muridnya pun akan mengimitasi apa yang
dilihat, didengar dan dirasakan sendiri dari gurunya.
“Guru kencing berdiri, murid kencing
berlari”, dimana semua proses kegiatan belajar dan mengajar dilakukan dengan
manual. Beda zaman beda pula proses yang dilewati. Menautkannya dengan konteks
era digital menjadi “Guru Selfie Berdiri, Murid Selfie Berlari” hal ini
menyingkap kedekatan masyarakat di tengah gempuran teknologi. Transformasi seperti
apa yang diharapkan di dalam masyarakat di masa mendatang ditentukan apa dan
bagaimana bentuk pendidikan saat ini.
Guru memiliki peran penting dalam
meningkatkan mutu pendidikan bagi anak-anak didik. Ya tidak menutup kemungkinan
bahwa guru memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan di Mentawai
ini dan bangsa ini secara umum. Guru bertanggung jawab dalam pembentukan ahklak
anak di sekolah. Sementara di rumah merupakan tugas dan tanggung jawab orang
tua untuk mendidik anak-anaknya.
Guru yang baik menuntun anak-anak
didiknya untuk menjadi pribadi yang santun, mandiri dan berakhlak mulia. Guru
hebat adalah guru yang menginspirasi anak-anaknya. Guru harus mampu mengimbangi
perkembangan zaman agar tidak ketinggalan informasi dari pada anak-anak. Anak
zaman generasi digital sudah barang tentu banyak menyerap informasi di dunia
maya.
Menyadari peran penting guru dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Mentawai ini, maka guru harus berani keluar dari zona nyaman.
Berani bertanya jika tidak tahu, belajar memanfaatkan tekologi. Tidak
dipungkiri bahwa di zaman digital ini proses belajar dan mengajar juga harus
menyesuaikan perkembangan dunia serba digital. Boleh jadi anak-anak tidak lagi
tertarik dengan cara belajar dengan metode ceramah.
Setiap 2 Mei, masyarakat Indonesia
memperingati Hari Pendidikan Nasional yang bertepatan hari lahir Bapak Pendidikan
kita Ki Hadjar Dewantara. Sosok yang lahir pada 02 Mei 1889 menjadi Menteri
Pengajaran pertama yang dimiliki Indonesia pasca kemerdekaan. Keputusan
menjadikan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional ini dituangkan dalam
surat keputusan Presiden; Surat Keputusan Presien RI No. 305 tahun 1959
tertanggal 28 November 1959.
Semangat pendidikan yang digelorakan
oleh beliau patut kita contoh, terlebih bagi para pemerhati dan yang
berkecimpung di dunia pendidikan. “Lawan
Sastra Ngesti Mulya: Dengan Ilmu Kita Menuju Kemuliaan”.
Dalam upaya memerangi pandemik ini,
tetaplah mengupayakan pendidikan yang tidak hanya mengasah kecerdasan intelektul
tetapi mengasa hati setiap anak didik. Pendidikan yang mengupayakan proses
pemuliaan manusia yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru menjadi pribadi yang cerdas
dan humanis.