Di dalam upacara pernikahan di Mentawai
ada beberapa tahap yang harus dilakukan agar
proses pernikahan berjalan lancar. Tahapan itu
harus dilalui untuk mendapat berkat dari ulau
manua (sang pencipta). Di antara ritual tersebut terdapat pantang yang
tidak boleh dilanggar baik kedua pengantin, kepala suku, orangtua pengantin
termasuk anggota suku yang terlibat dalam upacara.
Salah satu ritual yang tidak boleh ditinggalkan adalah lok pangurei, ritual ini merupakan prosesi pemberian minuman kepada saudara
laki-laki yang ikut di dalam pesta. Minuman ini diminum sambil bersantap daging babi.
Jika diterjemahkan kata per kata, secara harfiah lok pangurei memiliki arti yakni lok berarti minuman, sedangkan pangurei
berarti upacara pernikahan. Jika kedua kata tersebut dirangkai akan memiliki
arti minuman dalam upacara pernikahan.
Lok pangurei yang akan diminum oleh anggota suku itu
bahannya diambil dari tanaman gojoh (kecombrang/Etlingera elatior) tetapi yang telah
dibuat dalam bentuk rumbai yang dicampur kunyit yang dikenal dengan kiniubet. Kiniubet ini biasanya dipasang sebagai perhiasan kepala kedua
pengantin dan ibu laki-laki yang menjuntai di belakang kepala.
Kiniubet yang dipotong dari perhiasan kepala itu
kemudian dicampur dengan kua babi yang sedang dimasak. Lalu kedua bahan itu
dimasak di dalam bambu.
Kiniubet yang
dijadikan lok pangurei itu dipangkas
oleh salah satu keluarga pengantin laki-laki saat kedua pengantin hendak
meninggalkan rumah orangtua pengantin perempuan. Pemotongannya pun dilakukan
satu per satu tetapi tidak sampai pendek. Potongan kiniubet itu kemudian dimasukkan di dalam bambu kemudian diangkut
ke rumah pengantin laki-laki.
Sesampainya di rumah pengantin laki-laki, barulah kiniubet diseduh bersama kua babi, setelah masak maka satu per satu
keluarga laki-laki meminum lok pangurei
itu tetapi hanya laki-laki saja. Sementara saudara perempuan pengantin
laki-laki tidak boleh meminum lok pangurei.
Jika kedua mempelai masih memiliki hubungan kekerabatan meski sudah jauh
maka saat memberikan minuman kepada anggota suku laki-laki harus dipegang kedua
pengantin. Jika tak memiliki ikatan kekerabatan maka yang menuangkan minuman ke
mulut kerabat laki-laki pengantin laki-laki adalah pengantin perempuan.
Sambil memberi minuman tersebut, sipemberi minum merapalkan mantra
dengan mengucapkan “taipangorik, ikop
puurei mai taipangorik,” kemudian orang yang diberi minum itu juga
menjawab, “taipangorik, kukoop uureira,
taipongorik”.
Tujuan dari meminum lok pangurei ini untuk
menghindari tulah ketika saudara dari kedua pengantin baik laki-laki maupun perempuan memakan santapan berupa
babi dan lainnya dalam jamuan makan pernikahan. Dengan meminum ramuan tersebut
kedua keluarga besar tersebut terhindar penyakit.
Proses lok pangurei ini tidak memerlukan ritual yang dilakukan sikerei
sebab hanya pengantin yang boleh melakukannya dengan petunjuk sikebbukat uma (tetua suku).
Orang Mentawai terutama di daerah Rereiket (Siberut Selatan) yakin jika
proses tersebut tidak dilakukan maka kerabat yang memakan babi dan makanan pernikahan
tersebut akan merasakan gejala tenggorokan gatal kemudian batuk berdahak. Namun
batuk itu terasa melilit leher dan tak bisa dimuntahkan. Ini akan berakibat
jatuhnya korban jiwa karena leher akan merasa tercekik karena batuk menggumpal
di leher yang tak bisa dimuntahkan.
Jika sudah mengalami gejala tersebut, maka sipenderita wajib meminta lok pangurei yang tersisa lalu
meminumnya. Seketika derita yang dirasanya akan sirna.
Dalam tradisi Mentawai, jika keluarga pengantin laki-laki memberi jatah babi yang disembelih saat pangurei kepada saudaranya maka mereka harus
pertimbangkan antara dimakan atau tidak. Tapi
biasanya kalau memberi jatah babi diiringi
dengan pemberian lok pengurei agar
yang memakan daging babi tersebut tidak menderita sakit.
Bagi kerabat dari perempuan yang tidak ikut pesta namun memakan daging babi juga
akan mengalami batuk. Satu-satunya obat mujarab
yakni lok pangurei tersebut. Biasanya
jika persediaan sudah habis maka lok
pangurei akan diramu dengan bahan yang sama. Oleh sebab itu kiniubet saat upacara pernikahan tidak
dibuang setelah upacara. Biasanya kiniubet
ini digantung pada rumah dan dibiarkan mengering di situ.
Tradisi ini akan tetap dilakukan setiap acara pesta adat pernikahan di Mentawai khususnya di Sarereiket
Desa Madobak. Tradisi ini
tetap ada dan dilakukan dan tidak boleh dilanggar oleh anggota suku atau
anggota uma, sedangkan untuk daerah lain juga dilakukan namun dengan
cara yang berbeda-beda