Helimursida, Dulu Guru Kontrak Kini Menjadi Kepala Sekolah

Helimursida Dulu Guru Kontrak Kini Menjadi Kepala Sekolah Kepala SMAN 2 Sipora, Kecamatan Sipora Utara, Helimursida (Foto : Suntoro/MentawaiKita.com)

Menjadi orang sukses bukan perkara mudah bagi semua orang, begitu juga Helimursida yang menjadi guru pengajar  dan sukses menjabat sebagai kepala SMAN 2 Sipora, Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Semuanya, kata Helimursida diraih dengan modal kerja keras dan pengorbanan.

Helimursida merupakan salah satu guru yang mengajar di SMAN 2 Sipora Kabupaten Kepulauan Mentawai, ia dilahirkan di Muara Sikabaluan, Kecamatan Siberut Utara pada 17 November 1971. Ayahnya Zulkarnaini merupakan guru tahun 1967 yang mengajar di beberapa daerah di Siberut Utara maupun Siberut Barat sebelum pindah ke Sipora yaitu Betumonga tahun 1974, sedangkan ibunya hanya mengurus rumah, orang tua Helimursida berasal dari Pariaman. 

“Saya Sekolah Dasarnya itu di Betumonga, sampai tamat, tapi saya tidak sampai kelas enam, hanya kelas lima saya diikutkan sama kepala sekolah untuk ujian bersama kelas enam, jadi saya hanya sampai kelas lima, lalu diikutkan ujian, akhirnya lulus,” kata Helimursida kepada MentawaiKita.com, Jumat (21/2/2019).

Ia menceritakan, setelah lulus SD pada1983 dia masuk SMPN 1 Sungai Limau di Pariaman ikut dengan neneknya yang tinggal di Pariaman. Sedangkan kakeknya sudah meninggal waktu itu, sementara orang tuanya bertahan di Mentawai. 

Setamat SMP pada1989, ia masuk SMA di Pariaman juga tahun tahun 1989, setamat SMA ia melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP – PGRI) Pariaman. Di sana ia mengambil jurusan ilmu Biologi. 

“Mestinya saya tamat ’94, karena saya istirahat dua tahun, akhirnya saya tamat ’96,” ujarnya.

Setelah tamat kuliah, Helimursida sering mengantar orang tuanya bolak balik Mentawai-Padang. Karena seringnya mengantar, akhirnya ia ketemu salah seorang kepala sekolah di Sungai Limau Pariaman, ia minta menjadi tenaga honor. Kebetulan saat itu ada penerimaan guru kontrak pertama di Provinsi Sumatera Barat.

“Waktu ketemu sama Bapak Kepala SMP 1 Sipora,  Pak Marlius namanya, saya mau minta menjadi tenaga honor, waktu saya mau memasukkan bahan dibilanglah Bapak itu, Bu ada penerimaan tenaga kontrak dari provinsi, gimana? Mau jadi guru kontrak atau guru biasa, kalau saya mana bagusnya saja Pak, saya bilang kan, kalau kita masuk guru kontrak waktu itu siapa yang diusulkan kepala sekolahnya itu yang diterima, nah jadi luluslah kami, satu lagi ada guru Bahasa Inggis berdua kami di SMPN 1 Sipora” katanya.

Pertama kali menjadi guru kontrak di SMPN 1 Sioban pada 1997, Mursidah digaji Rp250 ribu per bulan. Ia menjadi guru kontrak di SMP itu selama enam tahun. Setelah Kabupaten Kepulauan Mentawai pisah dari Padang Pariaman pada 1999, guru kontrak waktu itu dilimpahkan ke kabupaten.

“Setelah Mentawai menjadi Kabupaten Kepulauan Mentawai pisah dengan Padangpariaman, guru kontrak dilimpahkan ke kabupaten, selama enam tahun jadi guru kontrak di perpanjanglah SK kami kan, tapi saya tidak ambil SK itu, saya honor di Dinas Pertanian selama dua tahun kebetulan SK nya juga SK Bupati, gajinya Rp450 ribu untuk S1, tapi tiap tahun dia naik, Rp250 ribu hingga Rp350 ribu, sampai terakhir itu gaji kami Rp500 ribu, saya sebagai tata usaha, kami juga dapat THR (Tunjangan Hari Raya) waktu itu, saya kerja di Dinas Pertanian dua tahun 2003-2004, terakhir ada penerimaan CPNS, saya ikut Alhamdulillah lulus akhirnya saya dapat di sini (Tuapeijat) CPNS 2005, karena waktu itu tes CPNS akhir tahun 2004,” ungkap Helimursida.

Dari CPNS 2005 sampai sekarang Helimursida masih mengajar di SMAN 2 Sipora, sampai akhirnya ia diangkat sebagai Kepala SMAN 2 Sipora tanggal 22 Januari 2019. Sebelumnya dia pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah tahun 2008-2012. 

“Waktu itu ada satu guru yang mengundurkan diri wakil kurikulum, jadi saya bilang diganti saja semuanya, kebetulan SK Waka Sekolah itu dari Kepala Dinas Pendidikan, Pak Tarminta, jadi saya minta mengundurkan diri jadi kepala sekolah, akhirnya saya jadi wakil kepala sekolah biasa saja, sampai saya menjadi kepala sekolah, saya masih mengajar,” ujarnya.

Helimursida mengatakan, untuk menjadi kepsek sudah harus mengikuti proses seleksi kepala sekolah yang diadakan kabupaten, kemudian setelah lulus seleksi, langsung mengikuti Pendidikan dan latihan (diklat)  di Padang selama tiga bulan lebih. Dan akhirnya mendapat nilai terbaik dengan biaya pribadi. 

“Kalau sekarang diklatnya dibiayai Pemda, kalau kepsek sekarang, tapi kalau kami waktu itu masih biaya sendiri,” katanya.

Kemudian untuk kepala sekolah saat ini ikut tes pemetaan, yang nilainya kurang dari 62 tidak bisa diangkat jadi kepala sekolah oleh Provinsi Sumatera Barat, termasuk wakil kepala sekolah dan guru-guru yang diadakan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Mentawai.

Pengangkatan Helimursida menjadi kepala SMAN 2 Sipora oleh Provinsi Sumbar disampaikan melalui telepon. “Saya ditelpon oleh provinsi, Bu dimana? Kebetulan waktu itu saya lagi di Bandung mengikuti wisuda anak, lalu dibilang Pak Suryanto, Bu nilai pemetaannya berapa kemarin? Saya jawab 67 Pak, saya bilang kan, lalu Bapak itu bilang, Ibu jadi Kepala SMAN 1 Sipora, ya terserah bapak saya bilangkan, yang penting masih di Pulau Sipora. Sebenarnya saya di SMAN 1 Sipora mungkin karena kepala sekolah di Sioban juga tidak mau dipindahkan karena tidak ada rumah di sini (Tuapeijat), akhirnya tetap,” ungkapnya. 

Ia mengatakan kalau menjadi kepala sekolah di lingkungan yang sama, di sekolah yang sama, terkadang merasa segan dengan guru-guru lain yang sama-sama mengajar di sekolah yang sama. “Alhamdulillah setelah saya dilantik tanggal 22 Januari, kemudian serah terima jabatan tanggal 31 Januari, tanggal 1 Februari saya sudah di Tuapeijat, berarti sudah sah melaksanakan tugas di sini. Alhamdulillah semua berjalan dengan baik,” ujarnya.

Helimursida menyebutkan, menjadi guru baginya tidak ada dukanya, ia lebih senang mengajar anak-anak didiknya, sebab mendidik anak-anak di sekolah seperti mendidik anak di rumah, karena menjadi seorang guru adalah sebuah tanggung jawab.

“Sebetulnya kalau suka-duka nya, kalau saya ga ada, karena saya lebih optimis ke sukanya, adapun dukanya itu hanya intern saja. Kalau untuk menghadapi anak-anak itu saya orangnya tegas gitu, kalau ya, ya, kalu ga, ya ga, jadi anak-anak itu masih bisalah kita bina,” ujar Helimursida. 

BACA JUGA