TUAPEIJAT—Meski bekerja sebagai pegawai kontrak di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Mentawai, Erdawati ingin sekali membuka lapangan kerja dengan membatik khas Mentawai.
Ia berniat mengembangkan ilmu yang ia peroleh selama pelatihan di Balai Pelatihan membatik di Padang. Meski gambar yang dihasilkan masih sederhana namun ia bercita -- cita untuk meningkatkan cara membatiknya.
"Sebelumnya kan kita ada pelatihan di Balai Pelatihan Padang, waktu itu kita 70 orang seluruh kabupaten Kepulauan Mentawai selama 18 hari, jadi kami posisinya diajarkan cara membuat batik tulis, batik cap, dan batik kontemporer," kata Erda saat ditanya Mentawaikita.com, pada Senin (27/8/2018).
Erda menjelaskan, ada beberapa tahap membuat batik, belum termasuk proses penjemuran hingga kering. Proses pertama diawali dengan lengreng atau mencanting. Mencanting adalah tahap menggambar sketsa. Sketsa digambar pada kain putih menggunakan pensil atau alat tulis halus lain. Fungsinya hanya untuk membuat garis pandu dan menampilkan sekilas motif kain. Setelah lengreng atau pencantingan, dilanjutkan dengan proses pemberian warna.
"Kalau saya ini bikin batik tulis, tapi kalau ada pencetak capnya, itu lebih mudah lagi dalam pembuatan batik motif Mentawai, karena tinggal cap saja, sketsanya sudah ada, kemudian dikunci dengan waterglass biar tidak luntur, setelah itu didiamkan satu malam, setelah itu besoknya baru dicuci menggunakan air dengan soda guna menghilangkan lilinnya gitu," katanya.
Lebih lanjut ia sampaikan, kalau untuk batik kontemporer, perpaduan antara batik tulis dan cap. Namun disebutnya saat ini menjadi kendala kelompoknya adalah tempat untuk membuat batik Mentawai belum ada. Saat ini ia membuat batik tulis bersama kelompoknya di kawasan Sipora II, menumpang di Balai lama Desa Sidomakmur, ia juga mengumpulkan iuran bersama kelompoknya untuk membeli keperluan lainnya.
Saat ditanya mengenai motif yang akan dibuat dalam batik Mentawai tersebut ia mengaku tidak hobbi melukis namun untuk membuat batik tentu sangat diwajibkan dan mahir melukis, baik membuat gambar bunga anggrek Mentawai, tato sikerei, jarai, gambar kura -- kura, gambar monyet atapun gambar lainnya.
"Sebenarnya saya tidak pintar melukis, tetapi gimana lagi sementara kita membuat batik harus bisa melukis, makanya saya mau mencoba untuk merekrut teman -- teman atau adek- adek yang bisa melukis, agar nanti bisa menghsailkan gambar batik yang bermotif Mentawai itu bagus," tuturnya.
Ia berharap kegiatannya sebagai pembatik tidak sia -- sia dan tidak hanya sekadarnya namun berkelanjutan, sehingga menambah ekonomi masyarakat terutama bagi yang pengangguran. Hingga saat ini ia memiliki 20 orang kelompok pembuat batik Mentawai, tak ada niat lain dari Erda, ia hanya berharap untuk membuka lapangan kerja bagi kaum wanita bahkan pria yang ingin membantunya untuk menggambar atau melukis serta memberikan ide -- ide kepada kelompoknya, meski sebelumnya ia sempat mencari anggota kelompok membatik, karena saat pelatihan di Padang yang ikut dari Sipora Utara kebanyakan anak -- anak muda baru tamat SMA, dan saat ini mereka sedang melanjutkan sekolah sehingga ia harus mencari anggota baru.
Kendala yang dihadapinya saat ini bahan -- bahan masih didatangkan dari luar termasuk tinta, serta biaya pembelian barang tersebut masih belum cukup. "Kalau bahan -- bahannya itu masih dari luar, kita berharap ada dari lokal juga, terutama tinta menyangkut limbah tinta yang dipakai memiliki zat kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan, tapi kalau lokal atau dari alam tentu sangat ramah lingkungan. Untuk modal kebetulan masih ada beberapa tinta bubuk dari Padang waktu pelatihan, yang perlu kami beli sekarng ini waterglass, itu termasuk mahal," ungkap Erda.
Hingga saat ini ada sekitar 70-an batik sudah dibuat oleh kelompoknya, dan dijual Rp150 ribu per helai, dan beberapa batik sudah laku dijual di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ia juga berharap dari pihak terkait untuk tidak lepas tangan dan selalu memberikan bimbingan kepada kelompoknya.