Meskipun sedang tidak disukai oleh banyak orang, saya ingin berterimakasih kepada Fabrizio. Sebuah sikap yang tentu juga layak dipertanyakan. Terkadang kita perlu mengambil pelajaran dari musuh atau orang yang paling tidak kita senangi sekalipun.
Konteks terimakasih saya kepada Fabrizio adalah - lepas dari kontroversi yang muncul, bagi saya Fabrizio telah mengajarkan kepada mereka, sakitnya rasa tidak dihargai, tidak dihormati dan tidak diakui. Karena pengingkaran Fabrizio atas rasa itulah, yang membuat mereka tersinggung lalu marah, sebagai respon atas larangan Fabrizio memasuki areal resort yang dikelolanya.
Kita juga layak bertanya kepada mereka yang terekam marah kepada Fabrizio. Siapa sesungguhnya dalam diri mereka yang mengalami ketersinggungan lalu bereaksi marah? Adakah dia yang marah tersebut, karena rasa sebagai anak bangsa yang terlecehkan oleh larangan seorang WNA, untuk memasuki sebagian dari wilayah negaranya, yang sedang diizinkan untuk dimanfaatkan oleh Fabrizio? Atau justru yang marah tersebut adalah ego jabatannya sebagai legislator, yang selalu menginginkan kemudahan, prioritas dan keistimewaan pelayanan. Dan ketika predikat tersebut tidak dipedulikan oleh pihak lain, maka ego kepejabatan menguasai dan mengendalikan kesadarannya. Lalu mengumbar kemarahan dan menantang adu kuat antara dirinya yang pejabat dengan Fabrizio.
Namun, siapapun yang marah pada diri mereka masing-masing, kesamaannya adalah mereka marah karena merasa eksistensinya sedang tidak dihargai, tidak dihormati dan tidak diakui. Suatu rasa yang sesungguhnya sudah sangat lama dirasakan oleh Masyarakat Adat Mentawai, karena eksistensi mereka tidak dihormati, tidak dihargai dan tidak diakui oleh kebijakan dan regulasi, yang dibuat oleh institusi, dimana sebagian dari mereka yang terekam marah dalam video, menjadi anggotanya. Mereka telah melarang Masyarakat Adat Mentawai memasuki kawasan hutan, dengan ancaman pidana jika mereka melanggarnya.
Semoga legislator yang tersinggung dan marah terhadap ulah Fabrizio, sadar bahwa mereka juga telah melakukan hal yang sama terhadap Masyarakat Adat Mentawai melalui pembentukan hukum dan perundang-undangan. Jika bapak-bapak sakit dengan ulah Fabrizio, maka kami juga tersakiti oleh undang-undang yang bapak-bapak buat. Agar kami tidak terlanjur mempersamakan bapak-bapak yang legislator dengan Fabrizio, pulihkan kembali hak-hak adat kami.