Merupakan sebuah impian besar bagi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Kawasan pariwisata yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas pendukung, diantaranya rumah sakit bertaraf internasional, bandara, pelabuhan dan marina, area-area strategis untuk bisnis, kebun binatang, tempat olah raga air, golf, industrial area, hingga desa budaya. Semua kegiatan ini akan dilaksanakan di lahan seluas 2,615 hektar tepatnya di kecamatan Siberut Barat Daya Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Dengan sederhana Pemerintah menjadikan daerah ini sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan membuka pintu selebar-lebarnya untuk para investor. Tenaga ahli dan tim konsultan perencanaan memaparkan dengan lugas semua kajiannya dan menjanjikan dampak bersar akan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Sim salabim, puluhan cottage, resort dan infrastruktur yang direncanakan disusun dalam peta dan animasi, jika Kajian AMDAL disahkan pada tahun 2018, maka pembangunan infrastruktur akan dimulai dan Mentawai Bay akan selesai pada tahun 2021. World class infrastruktur akan hadir dan menarik 300.000 pengunjung ke kawasan ini, Mentawai akan kebanjiran tamu dan masyarakat akan senang.
Tunggu dulu, mari kita lihat dari perjalanan kunjungan saya ke Mentawai yang dilakukan sejak 2015 silam, saya memang bukan putra daerah Mentawai, saya datang ke Mentawai dengan alasan bekerja dan mengunjungi teman-teman saja, atau pergi mencari udara segar dan menikmati pertunjukan-pertunjukan adat mentawai yang tidak akan ditemui di daerah lain. Dari 2015 - 2017, untuk kawasan Siberut, hanya ada penambahan infrastruktur jalan Trans Mentawai, dan masih sulit akses, untuk ke Muara Siberut dari Pelabuhan Mentawai Fast atau pelabuhan kapal fery, jalan yang digunakan masih belum di aspal licin, padahal jalan ini adalah nadinya Siberut Selatan. Untuk akses ke Siberut Barat Daya, harus menggunakan transportsi laut berupa perahu kecil yang menusuri sungai kemudian masuk ke Teluk Katurai atau memutari ke pantai timur Siberut Selatan masuk di ujung Tanjung Sibajau menyeberangi Teluk Katurai dan sampai di Peipei.
Saya tidak punya hitungan rinci tentang luasan mangrove yang ada di Teluk Katurai, panjang garis pantai yang ada dari Siberut Selatan hingga Siberut Barat Daya dan Siberut Barat, jumlah pulau- pulau kecil yang ada di Selat Bunga Laut hingga pesisir barat Siberut, namun semua kawasan ini adalah kawasan terdampak dari pembangunan Mentawai Bay yang kita bicarakan.
Diawali dengan pembebasan lahan untuk KEK, siapa yang akan menjamin bahwa proses pembebasan lahan tidak menghilangkan akses masyarakat terhadap lahan mereka, apakah benar semua lahan yang akan digunakan tersebut merupakan lahan pemerintah atau lahan tak bertuan, sistem apa yang digunakan dalam perjanjian, apakah jual beli, pinjam pakai, sewa atau malah lahan masyarakat yang diminta oleh pemerintah untuk kemajuan pembangunan, hal ini tidak akan tampak saat ini namun menghadirkan konflik saat proses pengerjaan berjalan hingga infrastruktur selesai di bangun.
Selanjutnya proses land clearing, sebagaimana yang kita ketahui, tidak mudah membangun infrastruktur di atas lahan rawa, gambut apalagi di kawasan pesisir pantai yang dipenuhi dengan pohon kelapa, mangrove hingga tanaman vegetasi pantai, untuk itu areal yang akan di bangun harus dibuka dan dibersihkan, pengerukan, pemasangan tiang pancang, pemasangan rangka-rangka baja dan penggunaan alat berat dengan daya yang besar, tentunya memberikan dampak kepada alam yang tenang di sana. Radius dampak bisa mencapai puluhan kilometer, tentunya aktivitas ini juga menjadi gangguan bagi habitat ekosistem darat dan laut di kawasan tersebut, secara langsung akan mempengaruhi populasi ikan, da berbagai habitat hewan endemik di kawasan mangrove dan hutan di sekitar desa, penebangan pohon di kawasan pesisir tentunya dapat mempercepat laju abrasi dan degradasi kawasan pesisir bagian selatan, barat daya dan barat pulau siberut. Penyu yang setia pada pantai pendaratan dan penelurannya akan kehilangan lokasi pendaratan dan berdampak pada populasi penyu yang semakin langka, karang-karang akan mengalami dampak kematian sebagai akibat dari residu pengecoran yang menggunakan semen dan limbah bangunan, yang tentunya perubahan kondisi fisik dan kimia dalam jangka waktu tertentu akan berdampak pada sumber-sumber penghidupan masyarakat.
Saya juga sering bertemu dengan tamu-tamu mancanegara yang sengaja berkunjung ke Mentawai terutama Siberut. Datang ke Siberut bukan hanya untuk surfing, mereka lebih tertarik dengan budaya dan tradisi masyarakat, menurut mereka, masyarakat Mentawai adalah orang-orang istimewa yang tinggal di surga, bisa bertahan dari modernisasi, memegang teguh jati diri dan menjadi manusia seutuhnya, terlepas dari segala permasalahan, hidup damai dan saling menghargai. Masyarakat Mentawai adalah orang-orang luar biasa yang menjadi penghubung antara masa lalu dan masa yang akan datang, mempunyai aturan hidup sederhana dan dipatuhi, menjadi sumber inspirasi dalam berbagai kajian antropologi. Keramahtamahan masyarakat membuat pengunjung senang dan betah berlama-lama di Mentawai, sebuah pernyataan yang hampir sering saya terima adalah "Kami ke Mentawai karena semuanya natural, alami, kami sulit menemukan kealamian seperti ini ditempat lain, begitu indah dan merindukan, tenang dan masih terjaga, kalau butuh liburan dengan full fasilitas, semua ada di negara kami, tidak usah jauh-jauh ke sini dan bayar mahal, jalan untuk motor saja sedikit, harus turun naik boat, tapi kami senang dan kami selalu ingin kembali lagi ke sini."
Siberut memang sebuah paket wisata alami yang sangat kompleks, ada hutan, pantai dan masyarakat adat, tidak semua pulau di Indonesia mampu menyajikan hal seperti ini, tatto mentawai juga menjadi tatto tertua di dunia yang masih digunakan dan dapat diikuti ritual-ritualnya. Akses, hanya ini yang menjadi kunci dari pertumbuhan ekonomi masyarakat Mentawai terutama Siberut. Pelabuhan laut, bandara, jalan, jembatan, transportasi darat dan laut merupakan pintu gerbang ekonomi dan kesejahteraan. Sedangkan infrastruktur penunjang lainnya bukanlah prioritas utama. Indonesia merdeka tahun 1945, Mentawai mulai menjadi kabupaten pada tahun 1999, jika tidak terjadi tsunami pada tahun 2010 dan kajian-kajian kegempaan Mentawai megathrust, maka rencana pembangunan Trans Mentawai dan rencana percepatan pembangunan Mentawai sebagai bentuk mitigasi belum akan tersusun dan teralisasi. Sistem birokrasi dan mekanisme pengambilan keputusan dan rendahnya perhatian terhadap Mentawai di Sumatera Barat membuat Mentawai jauh tertinggal dari pada kabupaten-kabupaten lainnya di Sumbar.
Kajian AMDAL tidak hanya menjadi kunci dalam upaya pembangunan yang akan dilaksanakan, namun kajian antropologi dan sosial harus dikedepankan sebelumnya, Mentawai sebagai cagar biosfer harus dipertahankan alam dan masyarakat adatnya, karena keseimbangan ini sangat rentan dan dapat menimbulkan turunnya pesona Mentawai di mata wisatawan manca negara. Kajian mentawai harus dilakukan secara menyeluruh dan memperhatikan aspek-aspek konservasi, perlindungan penuh satwa dan habitatnya, serta pelibatan para ahli.
Didalam pernyataannya, Pemerintah Mentawai menargetkan kunjungan wisatawan lokal hingga 75 persen, hal ini sungguh jauh dari perkiraan saya, karena saat ini saja, wisatawan lokal yang masuk ke Mentawai diperkirakan hanya 5 persen, itupun sudah ada yang merangkap sebagai pramuwisata. Masyarakat Indonesia atau wisatawan lokal biasanya lebih tertarik dengan mass tourism dengan biaya murah, sedangkan Mentawai merupakan exclusive tourism dengan biaya tinggi, minim akses dan minat khusus. Ditambah lagi dengan potensi bencana gempa dan tsunami, masyarakat lokal semakin takut untuk datang ke Mentawai.
Diharapkan Mentawai Bay mampu menjawab kebutuhan akses masyarakat dan tidak berdampak pada degradasi sumberdaya alam di masa yang akan datang, tidak memicu konflik lahan dan mampu menjadikan Mentawai sebagai destinasi mancanegara dengan memngakomodir kearifan masyarakat setempat. Masyarakat Mentawai sudah tergusur oleh penetapan kawasan Taman Nasional, semoga mereka juga tidak semakin terdesak oleh adanya Mentawai Bay.
Pembangunan infrastruktur publik itu penting, tapi hanya masyarakat Mentawai yang mampu menjawab seberapa pentingkah Mentawai Bay bagi mereka.
(Penulis adalah pemerhati masalah kelautan dan sumber daya pesisir)